.51. Terungkap 2

467 41 6
                                    

Jangan dulu ketawa, lo nggak tahu bukan apa yang akan terjadi kedepannya?

💮💮💮

Terik matahari terasa menyengat begitu bersentuhan dengan kulit. Panas dan cuaca yang terlewat cerah membuat semangat Delan dan Clao semakin berkobar untuk segera menemukan Mikaela. Mereka bersama dengan Januar dan anggota kelompoknya mulai menyebar, memasuki satu demi satu ruang dan meneliti seluruh tempat. Semuanya tentang dilakukan tanpa suara agar para penculik yang membawa Mikaela tidak mendengar langkah mereka dan berniat kabur.

"Masih belum?" Clao memberi kode , sedangkan Delan hanya menggeleng lemah.

Saat ini mereka sampai di ruang keempat, ruang yang sialnya semakin ke dalam semakin gelap. Entah di bagian mana Mikaela disembunyikan, namun yang jelas hati Delan mengatakan jika Mikaela ada di dekatnya sekarang.

Setelah memastikan di berbagai sudut, mereka pun meneruskan membuka pintu di tengah ruangan. Sepertinya ruang berikutnya adalah ruang produksi.

"Gelap, pake senter." Clao mengintruksi.

Delan segera menghidupkan senter kecil pada korek api yang setia dia bawa, sedangkan yang lainnya menggunakan ponsel sebagai penerangan.

Ruang produksi yang mereka injak sekarang terlihat begitu mengerikan. Tembok-tembok yang sudah terkelupas catnya dan sedikit lumut membuat kesan lembab dan mengerikan dalam satu waktu. Bagian lantainya juga becek karena plafon yang menutupi sudah mengeropos, pastinya ketika hujan turun, air akan merembes dan masuk ke dalam ruangan. Gedung pabrik ini sangat jelas hanya tinggal menunggu waktu untuk roboh.

"Sebar aja, gue langsung ke ruang selanjutnya, kalian di sini. Gue cuma takut Mikaela keburu kenapa-kenapa," ujar Delan tampak tergesa-gesa. Januar yang di sebelah Delan pun setuju.

"Sama saya, yang lain biar telusuri tempat ini."

💮💮💮

Mikaela merintis merasa perih di bagian perutnya. Luka yang ditimbulkan akibat tusukan pisau lipat milik Naura cukup lebar, meski tidak begitu dalam. Meski begitu, darah Mikaela mengalir deras, baju yang dia gunakan sudah berlumuran darah.

Bibir Mikaela bergetar, air matanya mau tidak mau keluar mengucur merasakan sakitnya. Dengan tangan dan kaki yang tidak bisa digerakkan, Mikaela hanya bisa berdoa agar dirinya tetap selamat. Dia harap darahnya segera berhenti meski nyatanya mustahil. Lukanya tidak bisa dia tekan untuk menghentikan darah.

"Ayo, Ra! Lo mau ketangkap sama mereka?" Pria bertopeng itu menarik kembali lengan Naura, gadis yang menyeringai lebar dan berjongkok di depan Mikaela. Wajahnya tampak puas menatap Mikaela yang kesakitan.

"Sakit?"

"Lo yang sakit!" jawab Mikaela kemudian meringis karena otot perutnya yang tertarik

Naura tertawa. "Untung perut lo yang gue tusuk. Coba kalau jadi mulut lo, pasti lo nggak bisa ngomong lagi."

"Pengecut! Lo lawan gue dengan cara begini?" Mikaela meludah, entah kenapa dia merasa lebih baik mati daripada merasa rendah di hadapan Naura.

"Nantangin lo, ya?!"

"Ra, ayo!"

Naura mendongak, menatap tajam laki-laki yang menjadi rekannya itu. "Apaan sih?! Gue belum puas, Ga!"

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang