.32. Tentang Itu

367 39 2
                                    

Ada beberapa hal di dunia yang nggak masuk akal, tapi ada. Contohnya, ya gue sama lo.

💮💮💮

Rumah bertingkat yang menjadi impian beberapa orang terlihat menawan dan nyaman. Rumah yang dimiliki oleh keluarga seorang pengusaha sukses yang tidak lain dan tidak bukan adalah Januar, papa Mikaela. Mungkin memang benar rumah itu seperti rumah impian, namun penghuni rumah itu bukanlah keluarga impian. Mikaela saksinya, jika disuruh memilih,  pasti dia akan memilih hidup sederhana dengan keluarga bahagia. Mikaela rela hanya tinggal di apartemen kecil seperti milik Delan, asal apartemen itu penuh kasih sayang. Bisa dijadikan rumah berpulang dan bisa menghadirkan rasa rindu untuk tinggal.

Mikaela tidak menyesal sebenarnya lahir dengan keadaan kaya, hanya saja kasih sayang itu dia tidak punya. Mikaela iri jika melihat teman-teman kelasnya diantarkan kedua orang tua, dijemput atau perhatikan dengan benar.

Mikaela membuka kulkas, mengambil sebotol air mineral. Diliriknya ruangan di sekitar, sepi dan menyebalkan. Namun, tidak papa, itu artinya dia aman dari papanya.

Sebenarnya Mikaela sendiri juga masih memikirkan makna cemburu dan takut yang Clao ucapkan. Kenapa pula papa-nya cemburu? Kenapa harus cemburu kepada Mikaela?

"Kamu tadi pagi berangkat sendiri?"

"Uhuk!"

Mikaela tersedak, air mineralnya tumpah mengenai sedikit di baju dan juga lantai. Dia terkejut dengan suara Januar yang tiba-tiba ada padahal Mikaela tadi sudah memastikan tidak ada siapa-siapa.

"Oh, kamu kaget, ya?"

Ya iya, masa sampai tersedak begitu masih dikira biasa saja? Tapi Mikaela tidak berani mengatakannya. Gadis itu memilih menunduk dan menutup botol air mineral yang dia minum.

"Kenapa berangkat sendiri? Ketemu laki-laki itu?"

"Mikaela ketemu temen."

"Delan, bukan?"

"Jangan bohong, Papa bahkan dengan mudah mengetahui gerak-gerik kamu. Kemarin kamu juga kabur, ke kos-kosan teman kamu, bukan?"

Mikaela tidak nyaman. Semua pergerakannya dibaca mudah oleh Januar. Dia jadi merasa khawatir dengan Delan. Apakah tindakannya mendekati Delan lagi itu sudah benar?

"Mikaela, saya sudah bilang jangan dekati teman kamu itu, bukan?"

"Maaf," ucap Mikaela. "Mikaela cuma mau hidup normal."

"Maksud kamu selama ini kamu nggak normal?! Apa yang kamu pikirkan Mikaela?! Apa kurang yang saya berikan kepada kamu dan mama kamu?!"

Tubuh Mikaela mulai bergetar, gadis itu memegang botolnya semakin erat. Dia takut, takut kalau tindakannya benar-benar mencelakai orang lain.

"Saya butuh kasih sayang," jawab Mikaela dengan suara bergetar. "Semua yang Papa kasih memang lebih dari cukup. Harta, uang, semua lebih dari cukup, tapi ... kasih sayang dan waktu itu nggak pernah ada. Papa pulang cuma buat bertengkar sama mama. Papa pulang terus pergi lagi dalam satu jam."

"Salahkan saja mama kamu yang suka membuat masalah dengan saya. Saya selalu dituduh setiap pulang. Siapa yang akan betah?"

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang