.11. Selamat Datang

631 78 3
                                    

Gue nggak suka kaya gini. Cemburu, tapi nggak memiliki.

💮💮💮

Mikaela tersenyum masam begitu turun dari tangga rumahnya. Matanya memanas ketika mendapati Papa dan Mamanya kini sedang berdebat. Niatnya turun karena mengira Bibi lupa mematikan televisi yang cukup keras untuk didengar dari lantai dua. Namun, nyatanya bukan Bibi, tapi orang tuanya yang sengaja mengeraskan volume televisi agar tidak ada yang mendengar perdebatan mereka.

Mikaela berhenti di ujung tangga menyaksikan mereka. Gerak gerik dan amarah dari kedua orang tuanya tidak luput dari penglihatan Mikaela.

"Saya itu sampai nggak bisa bicara di depan kolega. Kamu pikir kamu hebat sampai berani bawa brondong kamu ke hadapan publik?! Para investor banyak yang mencibir sikap kamu, Mega!"

Papanya marah, menunjuk-nunjuk wajah mamanya yang kini juga tak kalah sengit menatap balik. Mikaela benar-benar bosan, lagi-lagi masih masalah yang sama.

"Kamu juga bawa pacar kamu ke publik, Mas!"

Plak.

Sial, Mikaela segera menutup kedua matanya.

"Dia sekertaris saya, sudah berkali-kali saya bilang kalau kami tidak ada hubungan apapun!"

"Kamu yang selingkuh!" Mamanya lagi-lagi berteriak, bahkan sepertinya tamparan dari sang papa tidak membuat mamanya bungkam.

Mikaela tahu masalah ini sejak dulu. Masalah yang entah siapa yang benar. Mamanya yang selingkuh dengan pria muda atau papanya yang selingkuh dengan wanita muda. Yang Mikaela tahu, Papanya sering keluar kota bersama dengan tim dan sekertaris mudanya itu. Kemudian mamanya sering keluar rumah bersama teman dan juga pemuda yang papanya bilang selingkuhan mamanya. Tapi, masa sih mamanya selingkuh dengan supir taxi? Ganteng kok, tapi kalau selingkuh Mikaela tidak yakin.

"Meski kita menikah karena perjodohan, saya tidak pernah mempermainkan sebuah ikatan, Mega." Kalimat Papanya terdengar serius. Tekanan demi tekanan semakin Mikaela terima begitu Mamanya membalas.

"Saya juga tidak pernah mempermainkan ikatan kita, Mas! Sudah saya bilang kalau dia bukan selingkuhan saya, tapi Mas nggak percaya! Kamu menuduh saya supaya kamu terbebas dari tuduhan selingkuh, bukan?!"

"Sudah, berbicara dengan wanita bodoh seperti kamu tidak ada gunanya!"

Mikaela membuka matanya begitu terdengar suara langkah kaki menjauh dari sana. Ditatapnya sang Mama yang kini sedang mematikan televisi dan membelakangi dirinya. Kadang Mikaela merasa Mamanya adalah korban Papanya, tapi kadang Mikaela juga merasa bahwa keduanya sama-sama bersalah.

Tubuhnya menegang begitu Mamanya berbalik dan menatap Mikaela dengan datar. "Kamu dengar lagi, ya? Harusnya kamu pergi, jangan malah diam di sana dan semakin tahu betapa hancurnya rumah tangga Mama." Setelah itu, Mamanya berjalan melewatinya, meninggalkan Mikaela yang lagi-lagi harus menekan kuat dadanya yang menghimpit.

Semuanya sudah tidak ada artinya. Mikaela pun sudah kehilangan sandarannya.

"Delan, gue harus apa?" lirihnya, badannya luruh dengan tangis yang tidak dapat dibendung.

Mikaela lelah, dia ingin hidup normal layaknya teman-temannya yang lain. Bukan seperti ini, di rumah namun terasa bagai neraka baginya.

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang