.52. Yang Sebenarnya

566 58 5
                                    

Menyesal? Gue pikir rasa itu terlalu terlambat.

💮💮💮

Aksi kejar-kejaran antara Januar dan dua orang penculik Mikaela berlangsung dengan begitu sulit. Ruang gelap dengan pencahayaan minim membuat mata Januar yang sudah tua sedikit ke susahan. Yang bisa dia lakukan hanya mengomando anak buahnya untuk segera datang membantu juga bersiap di setiap jalan keluar yang ada.

Dua orang di depan Januar berlari dengan kecepatan tinggi, yang satu sibuk berteriak karena panik dan yang satunya berlari terseok-seok dengan mulut sibuk menggerutu karena si perempuan tidak menuruti perkataannya sedari tadi.

"Ga, gue nggak mau mati ditangan mafia!"

"Lo harus tahu risiko yang lebih parah dari pada mati, Ra," ucap laki-laki bertopeng itu. Sesekali kepalanya menatap ke belakang, memastikan jaraknya dengan sang pengejar tidak semakin dekat.

"Apa?" tanya Naura, napasnya sudah ngos-ngosan saat kakinya melangkah melewati pintu pembatas.

Tinggal satu ruangan lagi, mereka bisa berlari bebas.

"Diantara orang-orang itu, ada Delan."

Langkah Naura berhenti tiba-tiba, laki-laki bertopeng yang tidak siap merespons pun menabrak badan gadis itu hingga akhirnya keduanya jatuh tersungkur.

Januar yang mendengar pekikan dari si gadis lantas berlari lebih cepat. Dengan cekatan dia meringkus badan laki-laki berjubah hitam dan bertopeng itu. Tidak peduli gadis yang tertindih badan sang laki-laki itu meringis dan mengeluh sakit, Januar hanya ingin keduanya tertangkap.

"Cepat ke ruangan ke tujuh! Saya rasa ini gudang penyimpanan bahan baku. Saya sudah menangkap mereka."

Brak.

Tanpa menunggu lama, pintu terbuka mengantarkan cahaya dari luar memasuki ruangan melalui pintu yang terbuka. Terlihat jelas lima orang anggota kelompoknya mendekat dengan langkah tegap namun cepat. Hentakannya bisa dipastikan membuat musuh yang menemuinya mati ketakutan.

"Ga...." Gadis itu berucap lirih.

Januar menyeringai mendengar lirihannya.

"Tangkap mereka, bawa ke markas!"

Anak buah Januar langsung menangkap keduanya. Begitu masing-masing memegangi, salah seorang anggotanya berucap, "Kakinya tertembak."

Bukannya iba, Januar justru tersenyum puas. "Biarkan. Kalau perlu biarkan dia kehabisan darah."

💮💮💮

Sudah dua jam Delan menunggu di depan ruang UGD, selama dua jam pula dia terus cemas dan sedikit emosi ketika Clao menanyakan keadaan Mikaela.

Entah harus merasa lega karena Mikaela sudah ditemukan atau harus merasa sedih karena gadis itu terluka parah. Jangan lupakan perasaan bersalah yang terus menggerogoti Delan. Semua rasa itu bercampur bersama dengan ketakutan jika sampai Mikaela kenapa-kenapa.

"Keluarga?"

Delan langsung berdiri dengan sigap. "Saya!"

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang