.49. Hukuman

423 45 2
                                    

Gue nggak pernah berharap luka, tapi luka datang tiba-tiba, hampir samalah kaya cinta.

💮💮💮

Pengap menyambut Mikaela yang baru saja membuka mata. Penerangan minim dengan bau lembab yang menjadi ciri tempatnya di kurung membuat perasaan Mikaela tidak tenang. Mikaela benci sepi dan sendiri seperti sekarang ini.

"Ups, udah bangun ya?"

Mikaela terikat di sebuah tiang dengan posisi duduk di lantai dan kaki dipasung. Mulutnya ditutup dengan lakban yang sangat kuat dan lengket.

Tap. Tap. Tap. Langkah kaki berlapis sepatu itu terdengar menggema di ruang pengap ini. Mikaela yang di sapa memilih diam menunduk, menunggu sosok penyekapnya datang menemui dirinya secara dekat.

Wajah Mikaela ditarik paksa agar mendongak, pipinya dicengkeram erat hingga gadis itu sedikit meringis nyeri.

"Gimana, kaget?"

Memang benar adanya, mata Mikaela melebar begitu berhadapan langsung dengan sosok di depannya.

Sosok itu tertawa keras. "Kita ketemu lagi, Mikaela."

💮💮💮

"Mobil ke enam ada masalah."

"Bukannya sebelum berangkat sudah dicek dan aman?" Januar mengatakan itu dengan sedikit emosi. Pasalnya mereka masih harus menempuh 2 jam perjalanan lagi untuk sampai di desa terbarat, itu pun masih harus bertanya dan menggeledah beberapa tempat untuk mencari posisi sang putri.

Salah satu anak buah Januar, yang duduk di sebelah Clao menunduk. "Saya juga kurang paham, Tuan."

"Kalau gitu tinggalin mereka. Saya tetap harus ke sana secepatnya!"

Anak buah Januar pun menginformasikan perintah tersebut. Mereka tetap melanjutkan perjalanan mencari sang Putri yang diculik.

Delan dan Clao yang duduk berdampingan hanya bisa diam. Mereka menatap lurus pada jalan yang mulai menyempit karena memang mulai masuk ke daerah kecil. Januar yang duduk di sebelah supir juga duduk tegak dengan tangan memegang iPad. Entah apa yang pria itu lakukan, tapi sepanjang perjalanan pria itu akan mengumpat atau setidaknya berdecak kesal.

"Nomor Mikaela, bagaimana?" Januar menatap Delan dan juga Clao.

Delan segera mengeluarkan iPad miliknya. Pemuda itu mengutak-atik sebentar sebelum akhirnya mendesah kecewa. "Masih belum aktif. Satu-satunya cara hanya menyusuri area itu."

💮💮💮

Lima mobil hitam mengkilap berhenti di lapangan kecil di sebuah desa. Desa yang kebanyakan penduduknya masih berjalan kaki dan juga menggunakan sepeda, paling bagus mereka menggunakan motor bebek keluaran lama. Warga desa itu bahkan hanya beberapa yang terlihat saat rombongan Januar melintasi jalan.

Rumah-rumah di sana kebanyakan kosong dan usang karena ditinggalkan sang pemilik. Kemungkinan besar mereka yang pergi adalah para warga yang tidak betah terus tertinggal zaman dibandingkan daerah lain.

Pintu terbuka secara bersamaan, para penumpang mobil yang tergolong mewah pun keluar bak semut yang berhamburan.

Januar menaikan kacamata gelapnya, menatap desa itu dengan seringai kejam.

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang