.50. Terungkap

430 42 1
                                    

Mau tahu sekejam apa permainan takdir? Sebaiknya jangan. Takdir senang sekali bermain-main dengan manusia.

💮💮💮

Januar, Delan, dan Clao sampai di ujung jalan desa ini. Ujung di mana jalan itu menyambung dengan jalan setapak yang dikelilingi tanah penuh dengan ilalang lebat. Sebagian dari ilalang di sekitarnya menguning dan hampir kering karena panas di sini memang luar biasa tinggi.

Sekitar seratus meter dari posisi mereka terlihat bangunan besar dan tua berdiri dengan kokoh. Meski dapat dibuat dengan jelas sebagian dari atapnya sudah runtuh dan juga warna hitam dan hijau memenuhi tembok bekas pabrik itu.

"Cek keadaan, pabrik tampak sepi dari sini," ucap Clao.

Delan menggeledah tasnya, mengeluarkan alat kecil buatan kelompok mereka dan menerbangkan alat itu. Alat bersayap dengan kamera kecil yang menyalur langsung ke iPad yang Delan bawa.

Mereka bertiga duduk di tengah-tengah ilalang, menunggu kepastian dari alat yang mereka terbangkan. Terlihat jelas gudang itu begitu sepi jika di lihat dari luar.

Alat kecil tadi diarahkan naik dan masuk melalui fentilasi. Mode gelap mulai diterapkan. Alat itu pun terbang menyusuri ruang.

"Ada orang," ucap Delan. Tangannya membesarkan layar iPad nya dan mengarahkan pada sosok laki-laki berjubah yang kerap dia temui.

"Nggak salah lagi, ini tempat Mikaela dikurung!" simpul Clao.

Januar segera menghubungi anak buahnya yang lain. Para anak buah yang ditugaskan untuk mengepung pun sudah dikonfirmasi dan tinggal menunggu kode berikutnya, mereka akan segera maju mengambil tindakan.

"Semoga mereka belum bertindak jauh," ucap Clao penuh harap."

"Satu titik saja ada luka di tubuh Mikaela, orang itu harus mati!"

💮💮💮


Mikaela mengepalkan kedua tangannya. Meski perih karena ikatan, namun hanya itu satu-satunya cara agar Mikaela tidak terlihat ketakutan di depan Naura.

Pisau yang gadis itu bawa menempel begitu dingin di pipi Mikaela, mungkin sedikit saja tekanan, pipi mulusnya langsung mengeluarkan darah.

"Lo nggak takut?" Naura tertawa. "Lo tahu, gue benci wajah lo yang sialnya emang sempurna."

Mikaela memilih bungkam. Bukan karena tidak berani, tapi dia ingin pisau itu sedikit lebih lama diam di pipinya.

"Kalau lo jelek, Delan bakalan suka sama lo nggak?" Naura pura-pura berpikir. Kekehan lucu pun keluar beberapa detik setelahnya. "Pasti tetep suka, lo itukan gatel!" geramnya, tangan Naura mulai menekan pisau kecil itu dengan sedikit demi sedikit.

Mikaela merasakan perih dan juga kengerian itu dengan jelas. Degup dalam dadanya benar-benar berantakan begitu pisau Naura menjauh dari wajahnya. Meski keadaan memang dalam pencahayaan minim, tapi Mikaela jelas bisa melihat ada bekas darah di ujung mata pisau yang Naura pegang.

"Ups, luka deh!"

Naura tertawa girang.

"Mau lo apa?!" Mikaela mulai berani. Tentunya karena diam pun dirinya tetap disakiti, jadi sekalian saja melawan dan dia akan terluka karena ulahnya, bukan karena kekejaman Naura semata.

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang