40. ANGGARA

1.1K 62 0
                                    

Selamat membaca~

...
...
...

Audrey melihat Gara buru-buru meninggalkan rumah sakit. Hal itu membuatnya yang semula duduk di depan ruang rawat menunggu Ganis siuman lantas beranjak dan mengikuti cowok itu.

Gara yang tadi datang dengan motor milik Benua kini menghampiri motor itu di tempat parkir, Audrey yang memerhatikan dari jauh langsung berlari menuju ke arah Gara yang sudah memundurkan motor biru itu.

Gara hampir melajukan motornya saat tiba-tiba Audrey berdiri menghadang jalan, cowok itu membuka kaca helm fullface yang ia kenakan dan langsung memberi tatapan tajam pada Audrey.

"Minggir!" gertak Gara, ia sedang tidak mood untuk berdebat.

Audrey sempat terkejut, namun ia tidak mau pergi, cewek itu menggeleng tegas.

"Lo mau ke mana? Galang baru aja meninggal dan lo mau pergi?" tanya Audrey, lalu berdecak. "Ngaku aja ketua geng, tapi ada anggota gengnya kena musibah malah ngeluyur sendiri!"

Perkataan Audrey membuat Gara yang sejak awal sudah emosi kini semakin menjadi. Cowok itu melepas helmnya lalu turun dari motor dan langsung menghampiri Audrey.

Gara meraih lengan Audrey dan mencengkramnya erat, membuat Audrey meringis kesakitan. Cowok itu menarik Audrey agar menyingkir dari tengah jalan.

"Gue nggak segan main kasar nggak peduli lo cowok atau cewek," ujar Gara. "Gue paling nggak suka dihalangi dan dilarang!"

Audrey sempat gentar karena sorot mata tajam Gara, cowok itu benar-benar terlihat marah. Hal itu membuat Audrey ciut dan menunduk, lalu merasakan Gara menghempas tangannya kasar.

Gara berbalik hendak kembali ke motor biru Benua, sia-sia usaha Audrey mencegah Gara karena cowok itu sudah bilang sendiri kalau dia tidak suka dihalangi.

"Lo bilang bakal tetep di sini!" teriak Audrey tiba-tiba, membuat tangan Gara yang hendak menarik gas motor lantas tertahan. "Lo bilang bakal di sini supaya gue nggak takut. Tadi yang bilang beneran lo, atau ilusi gue aja ngira lo bisa bicara kayak gitu?"

Gara menatap Audrey yang juga menatapnya, kedua mata Audrey memerah. Ia ingat betul saat Gara menghampirinya, bertanya padanya, lalu menariknya ke dalam rengkuhan cowok itu.

Tidak mendapat respons membuat Audrey tertawa miris. "Kayaknya tadi gue cuma halu, mana mungkin seorang Brasthan Anggara ngomong gitu ke orang lain, apalagi orang itu adalah gue."

"Cewek yang paling dibenci Anggara karena berani menghetikannya dua kali saat sedang memukuli seseorang di sekolah." Setelah mengatakannya, Audrey berbalik. Air mata mengalir tanpa diduga, ia seolah melihat seseorang saat mengatakan itu pada Gara.

Bukan Gara, tapi orang yang pernah mengatakan kalimat yang sama seperti yang Gara katakan tadi.

"Jangan takut, Drey, gue ada di sini. Gue akan selalu nemenin lo dan jagain lo."

Audrey menggeleng. Gara bukan Geri, dan Geri bukan Gara. Mereka orang yang berbeda, dan semoga nasib mereka juga berbeda. Audrey hanya sedikit khawatir. Semua sedang berduka, jangan sampai ada kabar buruk lagi yang mereka dengar.

.
.
.
.
.

Pemakaman Galang selesai dilaksanakan esok harinya, para pelayat dari kerabat maupun tetangga satu per satu mulai meninggalkan area makam. Di sana tersisa Audrey, Ganis, Cecil, dan beberapa teman Galang.

"Nis, ayo pulang," ajak Cecil pada Ganis yang masih menatap nisan putih bertuliskan nama Galang Mahesa sambil mengusapnya pelan.

Ganis tidak menjawab, cewek itu belum berbicara sepatahkatapun sejak kemarin malam. Yang Ganis lakukan hanya menangis dan menangis, ia bahkan tidak mau jauh-jauh dari kamar jenazah semalaman karena tidak ingin jauh dari raga adiknya sebelum dikebumikan pagi ini.

ANGGARA [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang