Mondi masuk sekolah hari ini, masih ada bekas lebam di wajah cowok itu. Pukulan Gara memang tidak main-main sampa Mondi harus menginap sehari semalam di rumah sakit.
Empat hari berlalu sejak Gara mendapat skors dari sekolah, Audrey tidak pernah bertemu cowok itu lagi. Padahal biasanya walaupun tidak sekolah, Gara akan mengunjungi teman-temannya yang kadang nongkrong di warung dekat SMA Cakrawala.
Kemarin saat latihan basket, Audrey bertanya pada Benua soal Gara, tapi kata Benua si ketua Brasthunder itu juga tidak ke markas sama sekali sejak kena skors.
Gara seolah menghilang begitu saja.
"Drey, ayo ke lapangan," ajak Cecil.
Hari ini jadwalnya kelas IPA4 olahraga, teman-temannya sudah meninggalkan kelas menuju lapangan upacara sesuai perintah guru olahraga. Hanya ada Audrey, Cecil, Ganis, dan Mondi di dalam ruangan ini.
"Duluan," jawab Audrey. Ia melirik Mondi, membuat Cecil mengerti. Cecil beranjak dan mengajak Ganis untuk keluar lebih dulu.
Mata Audrey tak teralih dari sosok Mondi yang tampak duduk tenang di bangkunya, ingatan kejadian sore itu membuat rasa kesal Audrey tersulut.
"Enggak olahraga?"
Audrey berdiri dari bangkunya, lalu melangkah meninggalkan kelas tanpa menjawab pertanyaan Mondi. Ia tidak mau lepas kendali karena terlalu lama bersama cowok itu.
...
...
...
...
..."Mau dibantuin?"
Audre sampai menjatuhkan alat-alatt olahraga di tangannya karena Mondi berdiri tepat di belakang cewek itu ketika ia berbalik.
"Sorry, ngagetin," ucap Mondi.
Audrey tidak membalas, ia segera mengemasi barang-barang yang berjatuhan. Padahal sedang buru-buru karena ditunggu yang lain di lapangan, tapi malah jadi berantakan.
"Mundur," ucap Audrey saat melihat pergerakan kaki Mondi, lalu ia beranjak. "Gue nggak butuh bantuan lo," ujarnya dingin.
Audrey melewati Mondi begitu saja, merasa tidak ada urusan dengan cowok itu dan tidak mau buang-buang waktu apalagi sampai telat jam olahraga. Tapi saat hendak meraih knop pintu, lengan kanannya ditahan seseorang.
"Gue mau minta maaf," ucap suara berat di belakang Audrey. "Maaf soal waktu itu, gue benar-benar nggak ada niat buat bilang kayak gitu, Drey, serius. Gue--"
"Lepasin, gue mau ke lapangan," potong Audrey tanpa menoleh.
Cekalan di tangan Audrey mengendur dan perlahan lepas. Tidak ada pembelaan apapun dari Mondi, bahkan cowok tu langsung menuruti perkataannya.
"Drey, lo mau maafin gue, kan?" tanya Mondi. "Gue bakal lakuin apa aja supaya lo maafin gue, please,"
Audrey masih diam di tempatnya seolah menunggu kalimat apa lagi yang akan dikatakan Mondi.
Tidak ada jawaban, Mondi menunduk lemas. Selama beberapa hari ia merenungi perkataannya dan sadar kalau itu salah. Ia sebenarnya juga kaget dengan respons Audrey saat itu, padahal yang dibayangkan Audrey akan marah dan memukul seperti biasanya.
"Pernah ngebayangin kalau orang terdekat lo yang ada di posisi gue saat itu?" Audrey akhirnya buka suara. "Mama lo, Adik atau Kakak perempuan lo?"
"Drey--"
"Enggak, ya?" Audrey tertawa sarkas. "Pantas mudah banget lo ngomongnya."
"Gue minta maaf karena itu, maaf karena nyakitin lo dengan kata-kata gue. Kita tetap teman kan, Drey?"
Audrey berbalik, menatap Mondi dengan sorot jengah. Mondi tau Audrey pasti muak dengannya, tapi cowok itu tidak akan berhenti sebelum mendapat maaf dari Audrey.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
Ficção AdolescenteGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...