06. ANGGARA

2.1K 92 0
                                    

"AKHIRNYA YA TUHAN!" Bagas tertawa puas. "Berhari-hari gue nggak merasakan kebebasan ini, biasanya cuma kabur ke kantin atau nggak ya rooftop!" ujar cowok itu, memungut tasnya yang jatuh tepat di pinggir got belakang sekolah, hampir kecemplung.

Mereka berlima-- Gara, Bagas, Bobby, Lingga, dan Benua. Barusaja melompati tembok belakang sekolah untuk kabur, mereka sudah membuat rencana sejak kemarin.

Sebenarnya hanya berniat kabur ke rooftop dan membolos di sana, Bagas yang merengek ingin membolos karena hari ini ada pelajaran Sejarah, pelajaran paling membosankan di antara semua pelajaran.

Bagas mending disuruh ikut pelajaran Bahasa Jepang seharian daripada Sejarah, alasannya, karena gurunya asli orang Jepang, dan cantik.

Awalnya Benua dan Lingga tidak mau terlibat, mereka memang jarang ikut bolos kecuali ada urusan penting yang menyangkut Brasthunder.

"Untung gue pinter, berguna kan ide gue buat parkir di warung belakang sekolah!" Dengan bangga, Bobby menyelempangkan tasnya dan berjalan lebih dulu menuju warung belakang sekolah. Tadi pagi Bobby yang memberi ide untuk parkir di luar saja, karena memang dia yang paling terniat kabur dari sekolah.

"Ini kalau nilai kita ada apa-apa, lo yang harus tanggung jawab, Bob!" seru Benua di samping Gara.

Bobby berbalik, berjalan mundur sambil mengibaskan tangannya, seolah itu bukan masalah besar. Benua hanya tertawa, lagipula itu hanya candaan.

"Sekarang mau ke mana?" tanya Bagas yang sibuk membersihkan tasnya dari debu yang menempel.

Bobby berpikir. "Rumah Gara?"

"Cari mati?" tanya Lingga balik. "Om Ages hari ini pasti di rumah," kata cowok itu.

Bagas menoleh terkejut pada Lingga yang datar-datar saja. "Kok lo tau banget soal keluarga Gara, Ling? Jangan-jangan...."

"Lingga kan punya kemampuan," sahut Benua. "Musuh aja bisa diprediksi apalagi temen." Cowok itu menepuk pundak Lingga, yang hanya balas lirikan malas.

"Markas aja," putus Gara yang diangguki teman-temannya.

Lima cowok itu segera mengambil motor mereka dan pergi dari area sekolah, membelah jalanan kota Jakarta menuju ke sebuah tempat di mana berdiri bangunan kebesaran Brasthunder yang biasa mereka sebut sebagai markas.

.
.
.
.
.

SMA Maret. Audrey mendongak menatap gapura besar yang menjadi penanda bahwa itu adalah kawasan dari salah satu SMA Favorit di Jakarta. Hari ini Audrey mendapat surat dispen dari sekolah karena panggilan untuk datang ke SMA Maret. Bukan dari sekolah ini, tapi dari salah satu pelatihanya basket dulu saat SMP.

Audrey melangkah ragu memasuki halaman luas sekolah itu, suasana sepi karena semua pasti ada di dalam kelas, sekarang adalah jam pelajaran. Hal itu membuat Audrey sedikit lega, setidaknya ia tidak terlalu mencolok karena datang ke SMA Maret menggunakan seragam SMA Cakrawala.

"Audrey?"

Audrey menoleh, matanya berbinar melihat sosok yang sekarang berjalan ke arahnya dari arah sebuah mobil hitam dengan senyuman lebar.

"Ya Allah, Audrey, kamu ada di sini juga? Bu Gading kangen banget sama kamu "

Wanita itu langsung memeluk Audrey dengan sangat erat, seolah mereka baru dipertemukan kembali setelah bertahun-tahun terpisah.

"Gimana kabar kamu? Dan di mana kamu sekolah sekarang? Di manapun kamu pilih sekolah, pasti sekolah itu sangat beruntung mendapatkan murid seperti kamu."

Audrey tersenyum tipis, walau sebenarnya dalam hati sudah berdecak tidak setuju. Bahkan ia merasa seperti penumpang tidak dianggap di sekolahnya sendiri.

ANGGARA [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang