Teater 3
Jam 5 sore
Seat nomor D2Audrey memeriksa kembali setiap tulisan pada tiket yang ada di tangannya, memastikan kalau ia tidak mendatangi teater yang salah.
Teater 3. Begitu yang tertulis di petunjuk tadi. Audrey melangkah santai mendekati antrian yang tidak terlalu panjang, sepertinya tidak banyak yang tertarik dengan film ini.
Sebenarnya Audrey juga tidak begitu tahu, ia hanya memeriksa film apa yang baru tayang dan merekomendasikan pada Lingga, ternyata cowok itu setuju.
Bisa dibilang Audrey yang memberi ide untuk dating-- eum, jalan-jalan hadiah game ini, sementara Lingga mengatur semuanya.
Cowok itu bilang akan menyusul karena ada urusan, jadi Audrey masuk ke teater lebih dulu tanpa menunggu.
Seperti yang Audrey duga, teater ini senggang, banyak seat kosong. Ia duduk di dekat dinding, bahkan tidak ada satupun yang duduk di bangku sederetnya.
Memilih tidak peduli, Audrey mengambil posisi ternyaman untuk duduk. Sudah lama ia tidak nonton ke bioskop, terakhir kali bersama Geri dan Samudra saat SMP, menonton film Hero kesukaan mereka.
Hampir lima menit sejak Audrey duduk, kursi-kursi mulai terisi. Dahinya mengernyit, merasa ada yang janggal.
"Nggak ada yang duduk di seat C sama E?" gumamnya, melihat deret di depan dan belakangnya kosong. Padahal biasanya bangku belakang selalu penuh lebih dulu.
Lampu teater padam, Audrey reflek menutup matanya. Ia benci gelap yang tiba-tiba.
Lalu cahaya menyorot dari belakang, membuat layar lebar di depan sana tak lagi polos. Video demi video diputar, berisi iklan juga informasi dan peraturan di tempat ini. Sampai video yang amat dibenci Audrey ditayangkan-- horror. Audrey benci genre itu.
"Udah selesai."
Suara bariton itu terdengar amat dekat, tapi Audrey yakin itu bukan suara Lingga walau tidak begitu jelas karena setengah berbisik. Audrey mengepalkan tinju di atas pangkuannya, siap menyerang kalau si pemilik suara berbuat macam-macam.
"Gue bilang-- Aw!"
"Gara?"
Si pemilik nama meringis memegangi dada yang dihantam cukup kuat oleh cewek di sampingnya ini.
"L-lo ngapain di sini? Ngagetin tau nggak!" omel Audrey tidak terlalu keras karena film hendak dimulai.
Gara meringis sekali lagi, lalu menarik tangan Audrey membuat cewek itu tersentak.
"Sakit nih," kata Gara, menempelkan telapak tangan Audrey pada dadanya.
Audrey menarik tangannya setelah ada jeda beberapa saat, ia bergerak gusar bahkan bergeser mendekat ke tembok.
"Modus!"
"Modus apaan, orang beneran sakit," balas Gara, memerbaiki posisi duduknya.
Film dimulai, Audrey tidak bisa benar-benar menikmati karena pertanyaan terus bermunculan di kepalanya. Sesekali Audrey melirik Gara yang tenang-tenang saja menikmati film yang sedang ditayangkan.
"Fokus ke film, jangan ke gue," celetuk Gara membuat Audrey langsung menatap lurus ke depan.
"Pede amat," cibirnya.
Gara menoleh sebentar, lantas terkekeh. "Selera film lo payah," komentarnya.
Perkataan Gara selalu bisa membuat Audrey naik darah, apapun. Bahkan sekarang Audrey sudah melotot pada cowok itu.
"Lo ngatain gue?" protesnya.
"Enggak, gue ngatain selera lo."
"Sama aja!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
Teen FictionGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...