"Surat panggilan orang tua lagi, Ga?"
Gara mengangguk tanpa menoleh pada Bagas, memainkan amplop surat yang ada di tangannya. Tadi pagi ia dipanggil ke ruang BK karena kejadian di rooftop, katanya Mondi masuk rumah sakit.
Gara sudah sering mendapat surat panggilan orang tua seperti ini, bahkan sebulan bisa sampai 5 kali. Tapi sekalipun tidak ada yang pernah datang memenuhi surat panggilan itu.
"Ini yang ke berapa bulan ini?" tanya Bagas lagi, mereka baru keluar dari kelas, berjalan beriringan menuju ruang loker.
"Enam, kayaknya."
"Gila!" decak Bagas. "Padahal baru pertengahan bulan, Ga."
Gara hanya mengedikkan bahu, dengan santai meremas amplop itu, lalu melemparnya ke tempat sampah di sisi koridor yang mereka lewati.
Seperti itulah yang terjadi setiap kali Gara mendapat surat panggilan orang tua, semua selalu berakhir di tempat sampah, tidak ada yang pernah sampai ke Papanya.
Benua dan Lingga sudah berada di depan loker mereka masing-masing saat Gara dan Bagas memasuki ruangan itu. Lalu Boby dengan buru-buru datang karena tadi mengambil barangnya yang tertinggal di kelas.
"Kelas kalian keluar duluan, ya?" tanya Bagas pada Benua dan Lingga.
Seperti biasa, Lingga tidak merespons, sementara Benua menoleh sambil mengangguk.
"Eh, mau ke mana, Ben? Hari ini nggak ada basket, kan? Ayo ke markas!" tanya Bagas lagi saat Benua menyelempangkan tasnya dan hendak keluar ruang loker lebih dulu.
Benua menoleh. "Gue ada urusan bentar, nanti nyusul. Duluan!" Setelah itu melanjutkan langkah meninggalkan teman-temannya.
Gara melenggang keluar setelah menyimpan beberapa barang di lokernya, cowok itu menghentikan langkahnya di koridor loker karena melihat Benua berjalan menuju lapangan basket, kening cowok itu berkerut.
"Ga, jadi ke markas, kan?" tanya Bobby setelah menepuk pundak Gara, di belakang cowok itu ada Lingga yang juga baru keluar dari ruang loker.
Gara menoleh. "Duluan, gue ada urusan."
"Oke, ayo Ling!"
Setelah Bagas dan Lingga pergi, Gara mengikuti kemana Benua tadi. Dia penasaran, Benua bilang akan menyusul nanti ke markas. Gara kira Benua akan pulang dulu, tapi ternyata dia masih ada di sekolah.
"Gara!"
Gara mendengus mendengar suara melengking itu, mau tidak mau dia berbalik sambil menatap malas.
"Apa?" tanyanya dingin.
Megalista Gutawa, cewek kelas XI IPA 5 yang menyukai Gara sejak kelas X, katanya. Dia dan dua anteknya-- Milla dan Mitha, akan menyingkirkan siapapun yang menghalangi jalannya mendekati Gara dan teman-temannya.
"Kok belum pulang? Masih ada urusan?"
Gara diam saja, pandangannya kembali terarah pada Benua yang kini sudah memasuki area lapangan basket. Keningnya berkerut saat Benua duduk di bangku panjang sisi lapangan basket.
"Pulang bareng, yuk! Tadi aku di anterin soalnya."
Sorot mata Gara masih fokus ke lapangan basket saat melihat Benua beranjak, lalu kembali ke bangku dengan menarik seseorang.
"Audrey?"
"Ha? Kok Audrey sih? Di sini kan aku, Ga! Audrey siapa sih?!"
Mega mengikuti arah pandang Gara, dan menemukan Benua duduk bersama seorang cewek di pinggir lapangan basket.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
أدب المراهقينGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...