48. ANGGARA

1K 58 3
                                    

Audrey tidak bisa tidur, perkataan dan ekspresi Gara tadi terus terbayang di kepalanya. Cowok itu sedih saat mengatakannya, dan sekarang Audrey malah merasa bersalah.

Mengusak surai kasar, Audrey bangkir dari posisi rebahannya. Ia duduk di tepian kasur, menatap jendela kaca yang hanya tampak hitam karena di luar sana gelap.

Tiba-tiba saja Audrey ingat saat ia datang ke rumah Gara dan berlatih bersama Anggi, lalu pergi ke kamar Adik perempuan Gara itu untuk numpang mandi dan ganti pakaian. Audrey melihat beberapa album foto dan polaroid di kamar cewek itu.

Salah satu foto keluarga menarik perhatian Audrey, Anggi juga bilang itu adalah foto terakhir mereka sebelum sang Mama pergi untuk selamanya.

Kepala Audrey berdenyut nyeri, seolah ada ingatan yang menerobos paksa. Ini tidak terjadi sekali dua kali, kecelakaan saat masih kecil menghapus ingatan Audrey, terutama kenangan bersama kedua orang tuanya.

Sejak saat itu Audrey tinggal dengan Bunda Rima, dibesarkan seperti putri sendiri. Didukung dalam bidang apa pun yang Audrey tekuni.

Audrey merasakan kasih sayang seorang Ibu karena perlakuan Bunda Rima padanya, Bunda Rima menjadi sosok Ibu dan Ayah yang amat hebat di hidup Audrey.

Apa kasih sayang seperti ini yang membuat Gara rindu pada sosok Ibunya?

"Halo?"

Audrey mengerjap, ia sempat melamun sampai tidak sadar sudah memegang ponsel yang terhubung via telpon dengan seseorang di seberang sana. Audrey segera menjauhkan ponselnya dengan kedua mata membulat.

"Kak Audrey?"

"Kenapa gue nelpon Anggi?" Audrey panik sendiri, ia sampai mondar-mandir beberapa saat sebelum menghela napas.

Perlahan mendekatkan ponsel itu ke telinga, di sana terdengar suara lembaran buku yang dibolak-balik. Anggi sedang belajar-- ah, atau mungkin hanya membaca novel. Kelas IX sudah selesai dengan tanggung jawab ujian sekolah dan ujian akhir, mereka tinggal menunggu kelulusan.

"Anggi," panggil Audrey. "Kakakmu di rumah?"

Tidak langsung ada jawaban, membuat Audrey jadi cemas. Beberapa saat kemudian, terdengar suara derit kursi tidak santai lalu langkah tergesa.

Anggi kenapa lari-lari?

"Kak Angga!"

"Anjir." Audrey menjauhkan ponselnya. "Kok malah dipanggilin, sih?"

Mendengar Anggi mengetuk pintu di seberang sana membuat Audrey makin panik. Ia menyiapkan kalimat yang tepat jika Gara benar-benar mengambil alih ponselnya.

"Yah, kayaknya udah tidur," ucap Anggi, lemas. "Kakak di rumah, udah tidur. Tadi pulang lemas banget soalnya, maaf ya kak."

Audrey menghela napas lega. "Nggak apa-apa, cuma tanya aja udah pulang belum."

"Cie, khawatir. Mau dibangunin?"

"Enggak usah!" cegah Audrey cepat. "Kasihan, katanya tadi kelihatan lemas."

"Iya juga ya, maaf ya Kak. Besok deh aku kasih tau kalau Kak Audrey nyariin. Bye, Kak!"

Belum sempat membalas ucapan Anggi, sambungan sudah terputus. Audrey langsung menghempaskan tubuh di atas kasurnya, menarik guling, dan membekap wajahnya agar bisa leluasa berteriak tanpa harus membuat keributan tengah malam.

Kenapa jadi salah tingkah begini, sih?

***

"Malah sakit."

Gara melirik ke arah pintu putih ruangan tempatnya dirawat sejak kemarin malam, ada Bobby, Bagas, dan Lingga datang. Entah untuk menjenguk atau mengejek karena sakit tifus padahal besok UKK hari pertama dimulai.

ANGGARA [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang