Audrey berdiri tepat di tengah lapangan basket yang hanya disinari lampu-lampu temaram di setiap sisinya, lapangan yang sudah ditinggalkan karena ada lapangan baru yang dibangun tak jauh dari tempat ini. Tapi walau begitu, Audrey tetap memilih lapangan ini. Tempat yang penuh dengan kenangan antara dirinya, Geri, juga cowok yang berdiri memunggunginya, menghadap ring dengan posisi siap melesatkan satu tembakan.
"Nice!" pekik Audrey saat tembakan cowok itu melewati ring dengan sempurna, persis seperti tembakan-tembakan sebelum ini.
Cowok itu berbalik, membuat kedua sudut bibir Audrey langsung tertarik membentuk senyuman lebar. Kedua matanya berair, ia ingin menangis namun tidak akan pernah menangis di depan cowok itu.
Hampir setahun Audrey menanti pertemuan ini, ia sudah melewatkan 200 hari setiap ada kesempatan untuk bertemu dengannya. Kali ini, Audrey tidak akan melewatkannya lagi.
Cowok itu melangkah mendekat, membuat Audrey bisa melihat wajahnya semakin jelas. Hingga jarak mereka hanya sekitar dua meter, Audrey melihat senyum yang sama di bibir cowok berjaket baseball biru corak putih itu.
"Audrey Berliana," panggil cowok itu dengan suara beratnya, membuat perasaan Audrey berdesir. "Senang akhirnya bisa ketemu lo lagi."
.
.
.
.
.Audrey melepaskan tembakan di dalam garis free throw yang lolos dengan sempurna melewati ring, lalu menoleh ketika mendengar suara tepuk tangan dari orang yang kini duduk lesehan tak jauh darinya. Samudra, orang yang selalu ingin ditemui Audrey.
"Kemampuan lo makin meningkat," komentarnya. "Lo gak latihan tiap pagi sampai malam seminggu penuh, kan?"
Audrey tertawa renyah. "Enggak lah, lo pikir gue nganggur terus?"
"Enggak, Audrey Berliana mana pernah nganggur." Samudra beranjak dan melangkah mendekat.
"Gue harus terus latihan, kemampuan gue harus terus berkembang supaya waktu gue ketemu sama si nomor punggung 4, gue siap bantai dia di lapangan," jawab Audrey, lalu memasang posisi hendak melakukan tembakan lagi.
"Masih sama?" tanya Samudra tepat setelah Audrey melepaskan bola basket di tangannya.
"Apanya?"
"Tujuannya." Samudra berdiri di antara Audrey dan ring basket, membuat Audrey harus mendongak menatapnya karena Samudra lebih tinggi.
"Sampai kapan lo mau kayak gini? Berhenti bohongin diri lo dan bilang kalau lo basket karena lo suka, bukan karena kejadian itu," ujar Samudra.
"Gue basket untuk itu, gue bertahan untuk itu, Sam. Apa masih kurang jelas?"
"Kalau bukan karena informasi yang gue dapat soal si nomor punggung empat yang sekolah di SMA Cakrawala, ngapain gue ambil beasiswa di sana padahal tau kalau gue cuma dimanfaatin buat buka blacklist basket mereka."
Cewek itu berlari mengambil bola basket yang menggelinding dan berhenti setelah menabrak tembok, lalu kembali menghadap Samudra.
"Coba lo tembak lagi," pinta Audrey tiba-tiba, menyerahkan bola basket itu pada Samudra.
"Bukannya sejak tadi udah?" Walau bertanya demikian, Samudra tetap mengambil alih bola basket itu dari Audrey dan langsung mengambil posisi untuk menembak.
Satu tembakan lagi meluncur dengan sempurna dan tentu saja berhasil mencetak angka tambahan. Samudra tersenyum puas, cowok itu berbalik.
"Lo udah gak pernah latihan lagi?" tanya Audrey langsung, membuat Samudra yang baru berbalik lantas kaget. "Lo juga gak pernah basket sejak kejadian itu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
Novela JuvenilGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...