Hari ini pembagian raport Kenaikan Kelas. Semua siswi kelas X dan XI datang ke sekolah, sementara kelas XII sudah lepas, alias lulus.
Audrey berjalan malas di koridor menuju kantin, sepagi ini moodnya sudah berantakan, wajah judesnya semakin terlihat, bahkan siswi yang melihatnya dari jauh juga langsung menyingkir hanya dengan melihat raut tidak bersahabat dari cowok itu.
Sejak berurusan dengan ketua Brasthunder, dan tanpa segan memukul cowok-cowok biang onar itu, kabar Audrey tukang pukul dan emosian memang sudah menyebar hingga pojok sekolah. Jadi, jangan heran kalau pemandangan seperti ini sering terlihat. Audrey juga tak acuh, dijauhi seperti ini tidak membuatnya kesal walau kadang telinganya panas mendengar bisik-bisik ngawur mereka.
"Audrey!"
Suara cempreng khas Princess Cecilia terdengar dari arah belakang, membuat Audrey menghentikan langkah dan berbalik. Ternyata Cecil tidak sendiri, ada Ganis berjalan tenang di sampingnya.
"Muka lo kenapa lagi, buset dah!" Cecil langsung menarik dagu Audrey begitu sampai di depannya, memerhatikan setiap jengkal wajah cewek itu.
"Jangan pura-pura nggak tau, pasti udah dengar ceritanya," jawab Audrey. Mereka berjalan menuju kantin bersama. Pagi-pagi seperti ini enaknya makan nasi jagung goreng yang akhir-akhir ini populer di stan kantin baru SMA Cakrawala.
Cecil malah cengengesan. "Gue 'kan mau basa-basi dulu sebelum menghujat."
Audrey melirik malas. Mereka sudah sampai di kantin yang ternyata lumayan ramai. Stan yang mereka maksud sudah antre sepagi ini, semoga saja nasi jagung goreng yang dicari masih ada.
"Siapa mau nasi jagung goreng?" tanya Audrey.
Cecil menoleh dengan mata berbinar. "Mau!" pekiknya.
"Kalau gitu gue titip." Audrey menyodorkan uang di tangannya pada Cecil, wajah antusias cewek itu langsung luntur.
"Gue kira lo mau beliin!" Walau terlihat merajuk, Cecil tetap mengambil uang itu dan melangkah dengan kaki dihentak ke arah stan baru di paling pojok.
"Lo juga mau nggak, Nis?" tanya Audrey, Ganis hanya menjawabnya dengan gelengan.
Mereka duduk di kursi kantin yang kosong. Walau antre, tidak banyak anak yang makan di kantin hari ini. Ada tempat istirahat baru yang dibangun dekat lapangan olahraga, mereka memilih makan di sana sambil melihat lalu lalang wali murid yang parkir di lapangan itu karena tempat parkir tidak bisa menampung kendaraan lebih banyak.
"Dimarahin Bunda Irma?" tebak Ganis, sadar dengan ekspresi kurang enak yang Audrey pasang sejak pagi.
"Iya, masih pagi banget padahal."
"Karena lo salah," kata Ganis. "Gimana keadaan teman lo?"
Sesuai dugaan, Ganis dan Cecil sudah tahu tentang kejadian itu. Dari siapa lagi kalau bukan Lingga dan Benua? Entah sejauh mana hubungan mereka, yang pasti Audrey tidak mempermasalahkam itu. Toh, mereka juga tidak pernah mempermasalahkan hubungan Audrey dan Gara 'kan?
Eh, mereka 'kan tidak ada hubungan, ya?
"Belum sadar," jawab Audrey, kini ekspresinya murung. "Udah tiga hari," katanya.
"Dan selama tiga hari itu, tiap pagi sama sore kalau Bunda pulang lihat muka gue masih merah-merah begini, pasti kena ceramah lapis-lapis."
"Ini parah banget emang, nggak kayak biasanya."
Audrey meringis. "Lo ngomong seolah gue emang kebiasaan ribut dan luka-luka begini, deh."
"Emang."
Cecil datang dengan nampan berisi dua porsi nasi jagung goreng, dua botol air mineral, satu dingin satu tidak. Juga semangkuk bakso porsi kecil lengkap dengan teh hangat tidak manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
Teen FictionGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...