Gara duduk di tribune paling atas, memerhatikan Audrey yang sedang berdiskusi dengan anggota tim basket putri. Beberapa waktu terakhir mereka menerima banyak tawaran latih tanding, bahkan sedang mempersiapkan untuk pertandingan tingkat kota. Gara ikut senang karena klub basket kembali aktif dan anggotanya bertambah banyak, walau awalnya itu karena berita tentang Gara yang sering muncul untuk nonton latihan mereka.
Dari tempat ini, Gara tidak bisa mendengar apa yang Audrey bicarakan. Tapi Gara bisa melihat jelas raut wajah Audrey yang sedang serius, cantik. Aura pemimpin Audrey bisa Gara rasakan dari sini, semua mata dan telinga tertuju pada cewek itu.
Sebagai pacar, Gara tidak tahu harus bangga dengan cara apa lagi. Ia tersenyum saat anggota tim bersorak senang di bawah sana, entah pengumuman apa yang Audrey berikan. Cewek itu sempat menoleh padanya, membuat tatap mata mereka bertemu. Gara tidak melewatkan momen itu, ia mengangkat ponsel dan menggoyangkannya, meminta Audrey memeriksa pesan yang baru ia kirim.
Audrey mengerti, cewek itu mengambil ponselnya dan membawa di layar kunci. Gara pamit keluar untuk menelepon temannya di markas. Tidak menjawab lewat pesan juga, Audrey kembali menatap Gara di atas sana, lalu mengangguk sebagai jawaban langsung.
Gara yang sudah mendapat izin lantas berdiri, lalu turun dan meninggalkan lapangan indoor. Dia berjalan ke belakang gedung sambil mengetikkan nomor yang memang ingin dihubungi.
"Halo?"
"Semua udah kumpul?" tanya Gara langsung, ia bersandar di tembok gedung.
"Belum sih, tapi banyak yang udah datang. Lo di mana?"
"Sekolah."
"Loh, katanya pulang cepet? Ada urusan lain?"
"Ada."
"Biar gue tebak... Audrey?"
"Emang apa lagi urusan gue?" balas Gara, lalu tertawa pelan.
"Oalah, bucin, bucin," respons orang di seberang sana, Jodi. "Ke sini jam berapa?"
Gara menoleh saat mendengar suara langkah kaki menginjak daun kering, tidak lama muncul kepala Audrey mengintipnya dari samping gedung. Senyum cowok itu mengembang, ia mematikan telepon sepihak dan langsung mengahmpiri Audrey.
"Udah?" tanyanya, mengambil alih pouch sepatu basket di tangan Audrey, menggantinya dengan sebotol air mineral yang Gara bawa sejak tadi.
"Udah, cuma ngasih tau kalau tim putri lolos administrasi turnamen bulan depan."
"Selamat," ucap Gara, keduanya berjalan meninggalkan gedung olahraga SMAN Chakrawala.
"Jadi ke markas?" tanya Audrey setelah mereka sampai di tempat parkir. Ia duduk di salah satu motor matic yang entah milik siapa, lalu minum.
"Jadi. Ini langsung gue anter pulang, ya?"
"Iya, lah. Emang mau ke mana?"
"Ikut ke mar— oh, iya, nggak boleh, hehe."
"Situ sendiri yang ngelarang, malah lupa."
Gara mengambil helm bogo dan menyerahkannya pada Audrey, tapi Audrey malah mengangkat kedua tangannya yang penuh. Tangan kanan memegang botol minum, tangan kiri memegang ponsel.
Gara cukup peka untuk paham situasi, dia tertawa pelan lalu memakaikan helm itu pada Audrey. Bukan hanya sifat keras Audrey yang melunak, bahkan sikapnya seringkali berubah jika hanya bersama Gara. Sampai-sampai Gara tidak percaya dulu cewek ini sering memukulnya dengan tatapan benci.
"Sudah, Tuan Putri."
"Geli!"
Keduanya tertawa, mereka seperti punya dunia sendiri yang tidak boleh diusik orang lain. Bahkan Jodi yang tadi pertanyaannya tidak dijawab dan telepon langsung dimatikan saja sampai paham, pasti Gara sedang bersama Audrey.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
JugendliteraturGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...