23. ANGGARA

1.3K 74 1
                                    

Lingga melirik teman-temannya karena merasa diperhatikan, cowok itu mengambil biji kacang dari toples lalu melempar pada Bagas dan Bobby yang sedang bergossip sambil sesekali meliriknya.

"Ngapain kalian?" tanya Lingga, galak.

Bagas mengerutkan kening, seperti mencurigai sesuatu dari sahabatnya itu. Sementara Lingga memilih kembali menatap layar ponsel daripada menanggapi.

"Ling, lo nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Bagas, nada bicaranya khawatir tapi sorot matanya lebih ke seseorang yang sedang melihat dan merasakan sebuah keanehan.

"Gue takut lo kenapa-kenapa setelah acara tadi, Ling," ujar Bagas lalu meneguk air mineral dingin di botol yang ia bawa.

Lingga melirik lagi, lalu kembali tidak peduli. Hanya kelihatan di luar saja tenang, sebenarnya Lingga juga bingung.

Kenapa Audrey memilihnya?

"Nginep di sini semua?" tanya Gara yang baru keluar dari kamar mandi dengan keadaan rambut basah dan acak-acakan. Cowok itu habis mandi, kini mengenakan kaos oblong warna hitam dan trening abu-abu selutut.

"Benua enggak, Kakaknya pulang kata dia," jawab Bagas tanpa menoleh, perhatian cowok itu kini tertuju pada layar LCD di depannya, ia memilih main PS dengan Bobby daripada menggossipkan Lingga terus.

"Oh, Bang Alaska." Gara mengangguk. "Lo, Ling? Tumben mau nginep?"

Lingga mengangguk, lalu bergeser ke sisi sofa agar Gara bisa duduk di sebelahnya. Mereka menonton Bagas dan Bobby yang terlihat asik main game.

"Kenapa lo diem aja?" tanya Gara.

"Gue emang suka diam."

"Beda." Gara mengusak surai basahnya dengan handuk. "Kepikiran yang tadi?"

Lingga diam, Gara pasti sudah tau jawabannya.

"Iya, gue juga," tambah Gara. "Audrey kesambet apa milih lo?"

"Tanya ke dia aja," jawab Lingga.

"Lo mau? Kalau nggak mau nanti--"

"Nggak usah," potong Lingga. "Kata Benua, Audrey bukan cewek gabut yang suka keluar gak jelas apalagi cuma jalan-jalan. Pasti ada sesuatu kalau dia milih gue," katanya.

"Jadi?"

Lingga melirik Gara sebelum memberi jawaban.

"Gue jalan sama Audrey besok."

.
.
.
.
.

"Gila!"

Audrey menjauhkan ponsel dari telinga, ia sudah tahu bagaimana respons orang di seberang sana setelah dirinya bercerita soal kejadian tadi di pesta Anggi. Tapi tetap saja kaget, Cecil memberi respons yang berlebihan.

"Lo nggak beneran jalan sama Lingga, kan, besok? Jangan gila, Audrey. Lo mau ada perang saudara sama Ganis, ha?"

Audrey meneguk air mineral di atas meja, lalu beranjak dan melangkah menuju kamar, ia baru selesai makan malam sendiri karena Bunda Irma belum pulang, lembur katanya.

"Terus gue harus buang kesempatan makan enak dibayarin gitu? Gue milih Lingga juga dengan banyak pertimbangan," jelas Audrey. "Salah satu alasannya adalah membuat nyata hal yang kelihatan mustahil." Ia tersenyum tanpa diketahui Cecil.

"Nggak tau lagi gue harus respons gimana, lo bilang ini ke Ganis?"

"Sorry, gue masih mau hidup," jawab Audrey, lalu tertawa singkat. "Nanti aja dikasih tau setelah acara."

"Awas kalau Ganis tau sendiri, dimusuhin sampai lulus lo!"

Audrey tertawa lagi. "Aman."

Jeda diam. Audrey berdiri di dekat jendela kamarnya, menatap langit malam yang polos tanpa bintang.

ANGGARA [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang