"Capek, Kak, istirahat dulu!" keluh Anggi, keringat sudah membasahi wajah dan lehernya. "Kakak terlalu semangat latihan, jangan lupa Anggi cewek, nggak bisa maksa diri kayak gitu!"
Gara menoleh, menatap Anggi yang kini duduk lesehan di atas pelataran rumah tempat biasa Anggi latihan basket.
Gara tertawa pelan melihatnya. "Iya, kamu istirahat dulu. Nanggung, habis ini dapat lima."
"Lima belas!" sahut Anggi, jengkel. "Sejak tadi Kakak nyoba shoot three poin tuh banyak masuknya, jadi ganti ke latihan lain lah. Kak Angga dulu emang shooter jadi Anggi nggak kaget."
Tangan Gara tertahan di udara, padahal cowok itu sudah memasang posisi dan bersiap untuk melakukan tembakan lagi.
Mendengar penuturan Anggi, Gara jadi teringat dengan alasannya belajar lebih intens di bagian mencetak angka ini. Gara bertemu dengan shooter hebat di dalam tim mereka, tembakan yang akurat dengan postur tubuh tidak terlalu tinggi jika dibanding pemain lain. Dia lincah, jago menguasai bola bahkan bisa membuat jalannya permainan berpihak padanya.
Alih-alih merasa punya saingan, Gara akhirnya memilih berlatih lebih banyak dan meminta saran pada orang itu. Gara tidak berniat mengalahkan orang itu, setidaknya bisa setara saja sudah membuat ia semakin semangat mengembangkan bakatnya di bidang ini.
Tanpa diduga, orang itu malah mengajak Gara berjalan bersama.
Ya, orang itu adalah Geri. Cowok itu yang Gara temui dan kenal saat berada di masa pemilihan anggota tim 8. Kemampuan Geri sangat unggul sampai banyak yang bilang kalau cowok itu pasti lolos dan jadi ketua tim 8.
Itu benar, Gara dengar Geri jadi ketua. Tapi setelah itu, semua yang sudah direncanakan tetap terjadi. Kasus gelap yang membuat dua belas-- ah, sebelas anggota tim 8 hampir putus asa.
"Kak, ada telpon!" Teriakan Anggi membuat Gara tertarik dari lamunannya.
"Siapa?"
"Nggak tau, nomer doang," jawab Anggi. "Hari ini udahan, ya? Anggi capek. Baru lima hari udah lumayan, lah, perkembangannya. Seminggu udah jago lagi pasti!"
Gara mendekat, mengulurkan tangan menepuk puncak kepala Anggi pelan. "Makasih udah bantu Kakak latihan."
"Nggak gratis, loh, ya." Anggi memainkan alis, mengingatkan Gara pada tawaran yang cowok itu berikan saat minta tolong Anggi membantunya latihan.
"Iya, tenang." Gara memutar bola mata. "Sana masuk, udah mulai panas."
"Oke!"
Gara mengampil ponselnya di atas kursi taman. Cowok itu duduk, lalu mengusap lehernya yang penuh keringat. Ia benar-benar latihan dengan serius selama lima hari ini, mempersiapkan diri untuk dua hari lagi bertemu Audrey di lapangan basket.
"Samudra?" Gara langsung tahu nomor itu walau tidak menyimpannya. "Halo?"
"Gue mau ketemu," kata Samudra di seberang sana. "Sekarang."
"Ogah," jawab Gara, ia memang lelah juga sedang malas bertemu cowok itu. Informasi dari Samudra sudah cukup untuknya, terlebih sekarang ada info dari Alaska. Brasthunder juga sudah menyusun banyak rencana untuk membasmi geng itu sampai akarnya.
"Jangan nyesel kalau nggak mau datang."
"Bodo."
"Sial!" Samudra mengumpat di seberang sana. "Ini tentang De Leon, anjir!"
"Udah tau, emang apa yang bakal lo omongin sama gue kalau bukan tentang De Leon?"
Terdengar dengusan di sana. "De Leon udah tau kalau informasinya bocor," kata cowok itu. "Tapi kayaknya belum tau kalau gue orangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
Teen FictionGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...