Selamat membaca~
.
."Nis, tunggu." Lingga menahan pintu yang hendak ditutup Ganis begitu cewek itu tahu siapa yang datang sore-sore seperti ini.
"Mau apa lo datang ke sini? Pergi!"
"Gue mau ketemu lo, kata temen-temen sekelas lo nggak masuk tiga hari. Gue.... Khawatir."
"Khawatir? Emang lo siapa?"
"Ganis..."
Ganis hendak menutup pintu lagi namun Lingga menahannya, Lingga meringis kesakitan karena engsel pintu yang tidak terpasang dengan rapi itu mengenai telapak tangannya.
"Lo apa-apain, sih?!" Ganis memekik. "Lepasin pintunya!"
"Enggak, sebelum lo dengerin gue."
"Keras kepala banget, sih, lo? Udah gue bilang, gue nggak mau ketemu siapapun termasuk lo!" bentak Ganis. "Jadi mending lo pergi atau gue teriak?"
"Ganis, dengerin bentar aja."
Perhatian Ganis tertuju pada tangan Lingga saat cowok itu meringis lagi, luka gores di telapak tangan cowok itu tampaknya semakin dalam hingga mengeluarkan darah.
Ganis mendesis, ia melepaskan knop pintu dan berjalan kesal masuk rumah. Beberapa saat kemudian, Ganis kembali dengan sebuah kotak berwarna biru di tangannya.
"Minggir!"
Lingga menyingkir, cowok itu tersenyum amat tipis. Ada rasa lega mengetahui kotak apa yang dibawa Ganis, cewek itu melewati pintu dan duduk di kursi teras.
"Duduk," titahnya.
Lingga menurut, cowok itu akan melakukan apa yang dikatakan Ganis sekarang asal cewek itu mau mendengarnya.
"Nih, obatin sendiri."
"Enggak perlu, nanti juga kering sendiri. Gue ke sini mau--"
"Obatin gue bilang!"
Bukannya emosi seperti biasanya, Lingga si pendiam ini mengangguk dan langsung menarik kotak di atas meja agar mendekat padanya.
"Bisa nggak sih?" tanya Ganis kesal melihat Lingga kesulitan membuka kotak itu dengan telapak tangan kanannya yang terluka.
Sebenarnya Lingga bisa membukanya, tapi Ganis saja yang tidak sabar padahal cowok itu belum mengeluarkan tenaga. Ganis langsung merebut kotak berisi P3K itu dan membukakannya.
"Sini tangan lo."
Lingga mengulurkan tangannya yang langsung ditarik tidak santai oleh Ganis, cewek itu mendesis melihat luka panjang dan lumayan dalam begitu membalik telapak tangan Lingga. Dengan cekatan, Ganis membersihkannya, memberikan antiseptik, sampai menutup luka agar tidak terkena debu.
Lingga hanya diam tanpa bereaksi apapun padahal jelas sekali rasanya pasti perih, apalagi Ganis melakukannya agak kasar sambil menggerutu. Bukannya protes, Lingga malah tersenyum.
"Apa senyum-senyum? Lo pikir luka begini lucu?"
"Gue nggak bilang gitu."
"Sekarang mau bilang apa? Cepet, gue sibuk," kata Ganis judes, enggan menatap Lingga.
"Mau kasih ini." Lingga mengeluarkan sebuah buku tulis dengan sampul kotak-kotak merah dari tas dan meletakkannya di atas meja.
Ganis melirik buku itu sekilas, lalu kembali menatap lurus ke depan.
"Ini bukan catatan pelajaran, ini catatan milik Galang."
Mendengar nama sang Adik disebut, Ganis menoleh cepat. Ia menatap tajam Lingga, seolah nama itu tidak seharusnya disebutkan oleh anggota geng yang membuat Adiknya terluka bahkan meregang nyawa seperti ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/271835459-288-k690815.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
Teen FictionGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...