Hari yang ditetapkan Gara dan Audrey akhirnya tiba. Pagi sekali, di saat udara masih dingin dan segar, Audrey sudah berada di tempat ini. Pemakaman umum yang letaknya cukup jauh dari komplek rumahnya berada.
Audrey berdiri di dekat sebuah makam yang tampaknya baru saja dikunjungi, ada bunga segar ditaburkan di atas makam, juga seikat bunga lily di dekat nisan.
Cewek itu berjongkok, mengusap nisan yang sedikit kotor, lalu menarik kedua sudut bibir untuk tersenyum.
"Selamat pagi, Geri," sapanya. "Hari ini gue datang bukan buat cerita atau mengeluh, tapi mau izin."
Audrey menaburkan bunga yang ia bawa setelah meletakkan setangkai bunga lily di dekat nisan. Ia menunduk, menengadahkan kedua tangan yang dirapatkan, lalu berdoa untuk Geri agar tenang di alam sana. Rutinitas setiap Audrey datang menjenguk pusara sahabat masa kecilnya ini.
"Ger, hari ini, janji yang pernah gue buat dua tahun lalu akan gue tepati. Gue akan berhadapan langsung dengan si mantan ketua tim delapan di lapangan basket buat by one sama dia," ungkap Audrey, lalu memegangi dadanya. "Tapi, kenapa degdegan, ya?"
Sebelumnya, mendapat tantangan dari seseorang apalagi dalam hal basket tidaklah segugup ini. Audrey bahkan pernah by one dengan Bara, ketua geng Jaguar yang saat itu menantangnya. Walau awalnya tidak berminat, Audrey akhirnya menerima tantangan dengan keyakinan penuh. Alhasil, dia menang.
Tapi sekarang, kenapa Audrey tidak yakin? Padahal calon lawannya adalah orang yang sudah lama tidak berurusan dengan basket.
Ah, bagaimana pun, Audrey tidak mau meremehkan kemampuan Gara. Cowok itu adalah pemain basket terbaik di antara peserta seleksi tim 8 pada masanya. Walau sudah lama lepas bola, dengan sedikit latihan untuk melemaskan otot, kemampuan Gara perlahan akan kembali walau tidak seutuh dulu.
"Gue nggak berharap apa pun di pertandingan ini, ambisi itu juga nggak sekuat dulu," kata Audrey. "Dia juga bilang, tujuannya menantang gue supaya tanggung jawab yang masih terasa berat di pundak ini segera sirnah. Tanggung jawab yang gue buat dengan janji gue dulu."
"Menurut lo, bagaimana hasil pertandingan ini, Ger? Apa gue akan menang dan mendapatkan yang gue mau? Atau..." Audrey menunduk, merutuk dalam hati mengingat apa yang akan terjadi kalau dirinya sampai kalah.
"Gue nggak akan kalah!" seru Audrey, tiba-tiba jadi menggebu untuk mengalahkan Gara dalam ajang by one yang akan dilaksanakan nanti sore di lapangan taman lama tempat Audrey biasa berlatih.
"Segitu nggak maunya jadian sama gue?"
Suara dari arah belakang membuat Audrey reflek menoleh, kaget melihat Gara mendekat dengan seikat bunga di tangannya. Cowok itu duduk di sebelah Audrey, meletakkan bunga yang dibawa, lalu mulai berdoa.
Audrey memerhatikan setiap gerik Gara hampir tanpa berkedip, cowok itu berdoa dengan hikmat dan tulus, Audrey bisa merasakannya.
"Ger, gue datang lagi," kata Gara, membuat Audrey tersentak. Lagi?
"Kali ini sama calon pacar."
Kalau bukan di tempat ini, mungkin bogeman Audrey akan mendarat di pipi atau perut cowok itu. Tapi kali ini Audrey harus menahan diri, ia hanya melotot garang sebagai bentuk protes.
Gara tertawa kecil. "Masih calon, kalau gue menang beneran jadi pacar. Menurut lo, gue akan menang nggak?" tanyanya pada pusara Geri. "Kalau gue tanya ini dua tahun lalu, lo pasti menjawab tanpa ragu, ya, Ger. Gue jelas akan menang. Bahkan lo aja mengakui kemampuan gue."
Audrey menyimak Gara yang asik mengajak Geri ngobrol, seolah mereka adalah teman lama yang sangat akrab. Pemandangan ini baru pertama Audrey lihat. Sebelumnya Gara tidak pernah terlihat seleluasa ini mengobrol dengan orang lain, bahkan teman-temannya di Brasthunder.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGGARA [SELESAI]✔
Teen FictionGara benci ditentang dan dihalangi, tapi ada satu cewek yang tiba-tiba dengan berani menentangnya. Berbagai masalah muncul dan mengharuskan mereka terus terlibat. Apakah rasa benci Gara akan berubah? Sebenarnya siapa cewek itu? Kenapa begitu membenc...