Zeva berjalan keluar dari kelasnya setelah bel istirahat pertama berbunyi. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang Lab, tempat dimana Azka memintanya untuk menemui lelaki itu. Sesampainya didepan ruangan lab, Zeva menekan kenop pintu perlahan. Suara sarkas dari Azka menyambut kedatangannya,"mau jadi ratu lo? Sengaja buat gue nunggu lama disini?"
Zeva mengernyitkan keningnya sambil berjalan kearah Azka yang saat ini menyenderkan tubuhnya pada tembok,"kamu apa-apaan sih Ka?" kesalnya tidak suka.
Azka menarik kasar tangan Zeva membuat ia meringis menahan sakit,"lo yang apa-apaan Zeva!" bentaknya.
"Maksud lo apa berangkat sama Rafa?! Jadi cewek jangan gak ada harga dirinya gitu dong!"
Zeva menatap tajam Azka, hatinya sakit mendengar hinaan yang baru saja ia dapatkan. Tanpa permisi, ia memberikan tamparan keras pada pipi Azka dengan sebelah tangannya yang tidak digenggam Azka.
PLAK!
"Sial-" umpat Azka tertahan merasakan kebas pada pipinya.
"Aku udah minta buat kamu jemput Azka! Tapi apa? Kamu malah marah-marah gak jelas dan ngatain aku gak ada harga diri?! Otak kamu dimana?!" bentaknya balik dengan wajah memerah dan lelehan air mata yang keluar tanpa permisi.
"Gak harus sama Rafa, bisa?!"
"Kamu egois Ka!"
"ARGHHH!" teriak Azka dengan emosi, kemudian dia menarik tubuh Zeva kearah tembok, menyudutkannya.
"GUE CEMBURU! PUAS LO!" bentak Azka menatap tepat iris mata Zeva.
Zeva tersenyum miris sambil terkekeh pedih membalas tatapan Azka,"aku makin gak ngerti sama kamu sekarang Ka. Mana Azka yang dulu aku kenal? Kamu sekarang berubah-"
BUGH!
Azka dengan cepat memotong perkataannya dengan meninju tembok tepat pada samping kepala Zeva,"gue memang begini dari dulu!"
Zeva seketika memejamkan matanya dan menangis tanpa suara.
Melihat Zeva yang menangis di depannya membuat Azka mengacak rambutnya sendiri kemudian memegang pundak Zeva dengan sedikit kuat,"BERHENTI NANGIS ZEVA!"
"GAK USAH CENGENG!" namun, Zeva semakin terisak mendengar suara bentakan yang lagi dan lagi diberikan Azka.
"GUE BILANG BERHENTI NANGIS BUKAN NYURUH LO MAKIN NANGIS!" teriaknya lagi kemudian membawa Zeva kedalam pelukannya.
Azka mengusap-usap pelan punggung Zeva sambil memejamkan matanya,"maafin gue," gumamnya.
Perlahan Zeva mengangguk di dalam pelukan Azka, ia mulai bisa mengontrol dirinya dan isakkannya perlahan mereda. Entah kenapa perlakuan Azka yang seperti ini yang ia inginkan. Seketika sakit hatinya menghilang.
Azka mengurai pelukannya kemudian lelaki itu menangkup pipi Zeva dengan ibu jarinya yang bergerak mengusap jejak air mata pada pipi Zeva.
Tidak ada pembicaraan selama beberapa menit antara keduanya. Azka masih memperhatikan Zeva di depannya itu yang masih dengan sisa-sisa segukannya.
Azka memegang sebelah tangan Zeva kemudian menautkan jemari keduanya,"lo belum makan kan?"
Zeva menggelengkan kepalanya,"aku gak laper," balasnya.
Azka menghembuskan napas pelan,"kita ke kantin sekarang, gue gak mau nanti lo sakit," ujar Azka tanpa peduli dengan perkataan Zeva, kemudian ia mengajak Zeva keluar dari ruangan lab dan berjalan menuju kantin.
Banyak pasang mata dari siswa lain menatap mereka, terlebih kearah Zeva. Semua orang bisa dengan cepat tahu jika gadis itu baru saja menangis, terlihat jelas dari wajah sembabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...