Zeva memperhatikan Rafa yang berada sedikit jauh dengan dirinya itu memandang gundukan tanah yang masih basah di sana. Beberapa jam yang lalu pemakaman Dila selesai di lakukan, bahkan para teman sekelasnya yang ikut pun sudah pulang sedari tadi.
"Ayo," ajak Azka. Ia mengangguk dan perlahan ikut pergi dari area pemakaman itu.
"Lo segitunya ya Raf belain Zeva."
Rafa melihat gadis itu yang memilih duduk di sampingnya, "gue gak salah duga selama ini," ujarnya lagi dengan senyuman lebarnya yang mampu membuat dia bungkam.
"Enak yah jadi Zeva, meskipun dia lagi terpuruk pun, tetap ada yang di samping dia, gue iri tau Raf karena gak bisa seperti dia."
"Dil.." Rafa menyela cepat karena tidak suka dengan kalimat yang dilontarkan Dila.
"Hmmm? Ah sorry karena omongan gue kayak gitu, tapi gue gak ada maksud apapun kok serius. Gue tau selama ini gue bukan cewek yang baik, karena gue sering ngebully dia, tapi itu semua gue lakuin karena gue gak suka karena banyak yang sayang sama dia."
"Gue sayang sama lo, gue cinta sama lo dan harusnya gue gak mulai perasaan gue sama lo, tapi gue emang terlalu baper sama semua perlakuan baik lo ke gue. I know, lo gak ada rasa apapun sama gue dan gue gak butuh lo balas juga, cuma yang jelas gue udah ngasih tau perasaan gue."
Rafa langsung membawa gadis itu ke dalam pelukannya, ia dapat merasakan detak jantung Dila yang bertalu lebih cepat. "Raf," Dila mendongak sedikit untuk melihat Rafa.
"Diem, lo selalu ngerendahin diri lo sendiri dan ngebandingin sama Zeva. Lo gak boleh kayak gini lagi," Ia berujar dengan nada beratnya membuat Dila menelan salivanya susah payah.
Ia bisa melihat kegugupan pada tubuh Dila saat ia melerai pelukan itu dan menatap matanya, "lo, mau ngapain, Raf?" suara Dila terdengar bergetar di telinganya dengan kedua pipi gadis itu yang terlihat merah.
Tangganya bergerak untuk menyelipkan anak rambut Dila ke belakang telinga gadis itu dan menjauhkan badannya kembali. "Gue cuma mau rapihin rambut lo," akhirnya ia berkata seperti itu.
"Sorry Dil, gue gak bisa balas perasaan lo," lanjutnya.
Dia melihat Dila mengangguk mengerti bahkan ia memberikan senyuman tipis pada dirinya membuat ia seperti merasa sedikit bersalah, tapi ia harus mengatakan hal sejujurnya karena ia tidak ingin jika Dila salah paham dengan perlakuannya selama ini.
"Gue paham Raf, gue juga gak minta lo untuk nerima gue."
Ia ikut menyunggingkan senyum tipis ketika melihat Dila yang memberikan sebuah senyuman lebih lebar padanya, bahkan gadis itu tidak terlihat seperti terluka dengan jawaban yang ia berikan.
Rafa segera mengusap air matanya ketika mengingat perkataan gadis itu. Ia berjongkok menatap Dila di sana. Seiring kedekatannya dengan Dila, membuat ia tahu bahwa gadis itu memang rapuh, sama seperti Zeva.
"Selamat tidur, perempuan baik. Gue gak akan ngelupain lo."
G E R I M I S
"Semua orang mati karena aku," Zeva meringkuk dengan kedua kaki ia tekuk dan mengigit kuku jarinya.
Ia memukul kepalanya berulang kali, perasaan itu muncul kembali dengan pikirannya yang sangat berisik.
"Aku pembawa sial!" Ia mengatakan hal yang sama dengan tangan mulai memukul kepalanya sendiri.
"Kenapa setiap orang yang baik dengan aku, semuanya berakhir pergi?!" monolognya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...