Rafa berdiri di depan mobilnya dengan sesekali melirik arloji di tangan kiri. Sedari tadi, ia memusatkan arah pandangnya ke rumah Zeva, menunggu gadis itu keluar. Rafa ingin mengajak Zeva berangkat bareng. Tapi, sampai jam menunjukkan pukul 07:40 Zeva belum juga terlihat.
Tak kehabisan akal, Rafa merogoh handphonenya yang berada di saku celana, ia mencoba untuk menghubungi Zeva, tetapi Zeva tidak memberikan respon apapun. Keadaan rumah Zeva sepi.
"Mungkin udah berangkat duluan kali," gumam lelaki itu. Ia mengangguk lagi seolah ada yang merespon ucapannya.
Setelah itu, Rafa mengurungkan niat untuk berangkat menggunakan mobil mengingat tinggal dua puluh menit lagi sekolah akan tutup. Ia menghidupkan motor trailnya dan segera melesat menuju sekolah.
Tak butuh waktu lama, nasib beruntung berpihak kepada Rafa kali ini. Bel berbunyi tepat saat ia memarkirkan motornya di halaman sekolah. Lelaki itu berlari menuju kelas.
Rafa mengedarkan pandangannya sambil berusaha mengatur deru napasnya, ia menatap satu persatu teman kelasnya, tapi tidak menemukan keberadaan Zeva.
Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang sedang bergosip ria, memainkan ponsel, bermain kejar-kejaran, dan aktivitas lain. Seperti di sekolah pada umumnya ketika guru telat masuk.
"Zeva ke kantin?" tanya Rafa kepada teman sebangku gadis itu. Gadis yang berpenampilan nerd itu tiba-tiba merasakan jantungnya ingin loncat saat Rafa-lelaki itu pertama kali mengajaknya berbicara.
Ia menggeleng pelan, "gue belum liat dia," kata gadis itu gugup sambil membenarkan kacamatanya.
Rafa berdecak, ia menjadi khawatir terlebih kemarin mereka bermain hujan-hujanan. Dia sakit? Rafa membatin.
Brak!
Rafa tersungkur saat Azka yang masuk kedalam kelas dan langsung memukul rahang tegas lelaki itu. Tentu saja tindakan Rafa membuat siswi memekik kaget, sedangkan Putra dan Bani berusaha melerai keduanya.
Mereka saling beradu pukulan, tidak ada yang mau mengalah sedikitpun. Hingga keduanya saling memegang kerah baju masing-masing dan memberikan tatapan tajam. Tampak kilat amarah tercetak jelas di wajah Azka, sedangkan Rafa yang masih belum tau apa-apa dan tiba-tiba mendapatkan serangan seperti itu tentu saja sangat marah.
"Lo tau Zeva pacar gue!"
"Apa hak lo ngajak dia keluar kemarin?!"
Rafa terkekeh, sekarang dia tau kenapa lelaki tempramental itu marah. Rafa melirik Putra dan Bani di belakang lelaki itu yang kini berusaha memegang pundak Azka.
Dalam sekali sentakan, Rafa berhasil melepaskan tangan Azka yang memegang kerah bajunya, kemudian dia maju selangkah, "gue sahabatnya. Dan gue rasa, gue gak punya hak untuk izin apapun ke lo kalo gue keluar sama Zeva."
Rafa memberikan jeda sejenak, ia dapat melihat bahwa Azka kini tampaknya semakin marah.
"Lo cuma pacar yang gak bisa dia andalkan! Gara-gara lo yang ngebiarin dia malam itu pulang sendiri karena lo lebih pentingin Dilla," Rafa menunjuk kearah Dilla yang berdiri di belakang Azka tepatnya samping Putra, gadis itu tertegun dan takut melihat Rafa kali ini. Begitupun dengan yang lain, sebab pertama kali mereka melihat Rafa-lelaki yang terkenal pendiam dan tidak suka keributan itu kini malah sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...