Taxi berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan gerbang berwarna putih, seorang gadis langsung keluar dari dalam mobil itu dengan tas punggungnya dan sebelah tangannya yang memegang handphone.
Sekarang sudah menunjukkan pukul lima sore, dan dia baru sampai dirumahnya. Sementara jam pulang sekolah, sudah berakhir beberapa jam yang lalu. Tangannya terulur membuka gerbang itu dan menutupnya kembali setelah dia berjalan masuk kedalam pekarangan rumahnya.
Tanpa dia sadari, Rafa tengah duduk santai di teras rumah lelaki itu dengan terus menatap kearah dirinya. Sudut bibir lelaki itu terangkat tipis keatas saat ia melihat Zeva sedang memperhatikan wajahnya sendiri di layar handphone milik gadis itu.
"Ck, mata gue sembab banget," gumam Zeva melihat area matanya saat ini. Mungkin itu pengaruh karena dia menangis terlalu lama di atas rooftop sekolah tadi.
Dia menarik napas kemudian menghembuskan pelan sambil membasahi bibirnya sekilas. Kemudian dia berjalan masuk ke dalam rumahnya.
Tangannya terulur menekan gagang pintu rumahnya.
Ceklek.
Setelahnya, dia langsung masuk kedalam rumah. Matanya menatap sekitar, dia tidak menemukan sosok ayahnya di dalam ruangan itu. Namun, dia melihat sosok bi Ana yang berjalan kearahnya dengan sedikit tergesa. Dia memberikan senyuman tipis kearah bi Ana,"assalamu'alaikum bi," sapa nya.
"Wa'alaikumussalam non," balas bi Ana setelah sampai di depan dirinya. Tapi, seketika keningnya terlipat saat ia melihat raut wajah bi Ana yang tidak seperti biasanya.
"Bibi kenapa?" tanyanya.
Bi Ana langsung memegang tangan Zeva kemudian menatap khawatir gadis itu,"tuan udah dari tadi nungguin non di ruangan kerja nya," ujar bi Ana.
Deg.
Seketika jantungnya berpacu lebih cepat saat mendengar kalimat itu. Ia menelan saliva nya susah payah, dia tau apa yang akan terjadi setelah ini.
Ia berusaha memaksakan senyumnya dan bersikap tenang,"ya udah, aku mau ketemu ayah dulu bi," balas nya sambil melepaskan tangan bi Ana yang menggenggam tangannya.
"Tapi, bibi khawatir sama non Zeva, kalau-"
"Gak usah khawatir sama Zeva. Ayah itu orangtua aku bi, ayah gak akan melakukan apapun ke aku tanpa sebab. Dan aku udah tau apa yang ngebuat ayah jadi kayak gini. Jadi, udah yah jangan khawatirin Zeva kayak gini," ujarnya meyakinkan, kemudian dia segera berlalu menuju ruang kerja ayahnya tanpa menunggu balasan dari bi Ana.
"It's ok," ujarnya dalam hati.
Tok tok tok
"Ayah, aku masuk yah," ujarnya setelah mengetuk pintu berwarna hitam di depannya itu.
Setelahnya dia langsung menekan kenop pintu itu dan dia melihat Hardi sedang duduk bersender dengan sebuah kayu yang berada di pangkuan pria itu. Seketika Zeva menelan saliva susah payah sambil meremas ujung roknya.
Hardi yang masih menggunakan setelan jas kerja itu menoleh kearahnya dan langsung bangkit dengan satu tangannya memegang kayu yang tidak terlalu panjang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...