Azka membuka matanya, ia terdiam beberapa detik memperhatikan tempat asing ini dengan cat dominasi warna putih lalu melirik kearah pakaian khas pasien rumah sakit yang melekat di tubuhnya sekarang serta alat-alat medis seperti selang oksigen dan infus yang tertancap di lengan kanannya.
Azka menoleh kearah sofa yang beberapa langkah di ranjang tempat dia berbaring itu, melihat Rita yang sedang menangis di dalam pelukan Wira. "Bunda," panggilnya dengan suara serak, tenggorokannya terasa seperti tercekat.
Wira maupun Rita menatap Azka, lalu wanita paruh bayah itu langsung bangkit dan berjalan kearahnya, "kamu sudah sadar, sayang," tutur wanita itu lalu memeluk tubuh Azka dan mengecupnya dengan penuh sayang, bulir air mata mengenai pipi Azka yang terlihat pucat.
"Bunda jangan nangis, Azka gak papa," ujar Azka di balik masker oksigen yang dia kenakan.
Rita mengangguk sambil berusaha menghapus air matanya, sementara Wira mengusap punggung istrinya, berusaha saling menguatkan satu sama lain.
Suara derit pintu terbuka di susul dengan masuknya seorang dokter laki-laki yang membuat Azka sedikit terkejut karena dokter itu yang sudah menanganinya selama beberapa bulan ini. Diam-diam Azka mengepalkan kedua tangannya pada samping tubuhnya.
Dokter Rizky tersenyum ramah pada Wira lalu dia langsung memeriksa kondisi Azka.
"Bagaimana kondisi anak saya, dok?"
"Sabar sayang," Wira menenangkan istrinya.
Dokter Rizky menghela napas pelan, mengusap kepala Azka sebentar dan menatap sepasang suami istri itu, "ayo ke ruangan saya Pak, saya akan menjelaskan semuanya."
"Baik Dok." Sebelum pergi dari dalam ruangan itu, Wira melirik Azka yang memalingkan pandangan agar tidak bersitatap dengannya.
G E R I M I S
Flashback On.
Sesampainya dirumah setelah mengantarkan martabak untuk Zeva malam itu, Azka merasakan badannya semakin sakit, sebenarnya sudah dari beberapa hari ke belakang, tetapi ia berpikir jika kondisinya tidak akan semakin memburuk.
"Akhh....." rintihnya saat merasakan sakit kepala hebat. Azka meremas kuat rambutnya guna menyalurkan rasa sakit itu, perlahan darah ikut keluar dari dalam hidungnya. Azka membuka nakas lalu mengeluarkan semua obat-obatnya.
"Aisshh, sial.... " umpat Azka menyeka darah yang semakin menetes di lantai, dengan penglihatan yang sedikit memburam, ia bersusah payah bangkit menuju toilet.
Menyalakan keran air, Azka membasuh wajahnya berulang kali dengan satu tangan dia gunakan untuk bertumpu di wastafel. Napasnya mulai tidak beraturan di sertai keringat dingin lalu rasa mual mulai menyeruak di badannya, Azka memuntahkan seluruh isi perutnya.
"Azka!" pekik Rita ketika baru saja masuk ke dalam kamar putranya saat mendengar suara rintihan lelaki itu.
Panik? Tentu saja! Rita langsung menghampiri Azka yang mulai kehilangan kesadaran sambil berteriak memanggil Wira. Azka masih bisa merasakan tubuhnya yang di bopong Wira serta tangis Rita beberapa saat sebelum kesadarannya kehilangan penuh.
Flashback off.
"Aku gak mau Zeva tau keadaan aku sekarang, Bun," ujar Azka dengan pandangan menatap langit-langit ruangannya, setetes air mata mengalir di sudut mata lelaki itu.
"Jangan kasih tau Putra sama Bani, aku gak mau semua orang kasihan ke aku."
"Sayang....."
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...