BAGIAN 34

3.7K 283 8
                                    

Baru saja makanan yang di pesan Putra, Bani, Azka dan Zeva tiba di meja mereka. Tadi Bani dan Putra mengajak Zeva untuk makan di kantin sebagai perayaan atas dirinya lolos olimpiade yang nanti akan di bayarkan oleh Azka. Berbekal bakat bujukan terpendam yang di miliki Bani dan Putra sebagai tim pendukung itu, akhirnya Zeva tidak bisa lagi menolak. Azka diam-diam merasa sangat senang, mungkin dia akan berterimakasih kepada dua sahabatnya nanti.

Saat ini mereka berempat sibuk dengan makanan masing-masing dan saling melemparkan candaan yang tentu saja di dominasi oleh suara Putra dan Bani.

Bani berdehem singkat setelah meminum air mineralnya, "udah lama juga, lo gak ikut makan bareng kita Zev." Putra mengangguk mengiyakan saja sambil mengunyah batagor nya.

Zeva tersenyum samar.

"Gak usah banyak ngomong, makan aja makanan lo tuh," ujar Azka membuat Bani mengerling jahil dan Azka yang melihat itu merasa hatinya tidak enak.

Bani menyenggol pelan kaki Putra di bawah meja yang langsung di balas juga oleh Putra. Itu salah satu cara keduanya memberi kode satu sama lain.

"Pokoknya yah Zev, kita harus tetap temenan meskipun hubungan lo sama Azka udah berakhir. Kalo perlu nih, kita siap bantu lo cari pacar baru," tandas Putra tanpa mengindahkan wajah Azka yang menatapnya.

"Kita mah banyak kenalan cowok-cowok ganteng dan pastinya setia. Tinggal lo mau yang speknya gimana aja," tambah Bani lalu keduanya tergelak tawa.

Zeva mengangkat kedua alisnya dan ikut tertawa. Gadis itu menopang dagunya dengan sebelah tangan dan menggeleng kecil karena tidak habis pikir dengan jalan pikiran Putra dan Bani.

"Nanti deh gue kasih tau ke kalian," Bani dan Putra langsung berseru heboh sambil bertepuk tangan antusias.

"Mantap! Harus secepatnya ye, biar orang yang udah nyia-nyiain lo men.de.ri.ta." Bani menekankan kalimat terakhirnya.

Zeva sempat melirik Azka sekilas, satu tangan lelaki itu terkepal di atas paha dengan rahang yang mengeras dan wajahnya berubah merah.

"Hareudang, hareudang, hareudang."

"Panas, panas, panas!" Putra bernyanyi dengan sumbang dan buta nada. Kedua bahunya bergoyang kanan dan kiri dengan kedua tangan di mainkan di udara.

Bani jadi ikut-ikutan, lelaki itu memegang garpu bekas makanannya yang di jadikan sebagai mic, lalu satu kakinya di angkat keatas kursi dengan satu tangan melambai keatas. Lelaki itu sudah seperti penonton bayaran salah satu acara TV yang di suruh bersikap alay ketika ada adegan yang lucu.

"Selalu, selalu, selalu, panasnya hareudang~" nyanyi lelaki itu dengan suara lumayan keras.

Para adik kelas yang berada di kantin hampir saja tersedak dengan makanan mereka sendiri akibat menahan tawa sambil curi-curi pandang kearah meja Azka, dkk.

"Lo udah selesai makan?" Zeva mengangguk dan meneguk es teh nya.

"Ayo keluar daripada nanti lo pusing gara-gara liat mereka berdua."

Azka segera memegang lembut tangan Zeva mengajak gadis itu keluar dari sana, hingga suara teriakan dari Putra dan Bani terdengar sampai mereka di luar kantin.

"Ka, ini siapa yang bayarin?!" teriak Bani.

"Bu Jeniper, besok kita bayarin. Sekarang ngutang dulu!" Putra segera berseru dan memasang tampang memelas.

Keduanya lantas segera berlari keluar kantin untuk mengejar Azka dan Zeva yang sudah berlalu lebih dulu tanpa menunggu respon dari Bu Jeniper.

Bu Jeniper sebagai ibu kantin pun hanya bisa menghela napas sabar, Putra dan Bani sudah sering sekali berhutang di kantin hingga catatan hutang keduanya hampir memenuhi satu buku tulis Bu Jeniper.

GERIMIS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang