Azizah menendang pelan pecahan kaca yang mengenai ujung sendalnya ketika sampai di depan ruangan kantor Hardi dan beranjak masuk kedalamnya. Hardi menatap Azizah yang berdiri di depannya dengan pandangan tidak jelas kemudian tertawa keras dan menarik tangan Azizah agar duduk di atas pahanya.
"Kenapa Mas?" tanya Azizah manja sambil mengelus dada bidang Hardi.
"Perusahaan kamu sudah bangkrut yah, hmm?" Azizah menampilkan smirknya.
Hardi menarik pinggang Azizah dan memajukan wajahnya kemudian menggelengkan kepalanya, "aku tidak akan membiarkan yang sudah menjadi milikku selama ini hancur, Azizah."
"Yakin Mas? Bukannya perusahaan kamu sudah diambang kehancuran yah dan sebentar lagi hancur."
"Sttsss," Hardi menempelkan telunjuknya yang langsung ia tepis.
"Tidak ada yang bisa menghancurkan perusahaan ku. Dulu, Kirana menginginkan aku memiliki perusahaan supaya dia bisa memakaikan ku jas setiap hari. Aku sudah berjanji demi Kirana," ujar Hardi dengan ngelantur.
Azizah mengepalkan kedua tangannya mendengar itu kemudian ia menarik kerah baju Hardi dengan sangat kencang mengabaikan bau alkohol dari tubuh pria itu. Azizah menggertak giginya dengan tatapan nyalang, "omong kosong, bajingan! Laki-laki tidak tau diri, kamu Mas! Kalo kamu beneran cinta sama Kirana waktu itu, kamu akan memperjuangkan dia di depan keluarga kamu sendiri!"
Azizah semakin merasa geram karena merasa sia-sia berkata seperti ini ketika lawannya tidak dalam kesadaran normal. Azizah melepaskan kerah baju Hardi yang ia genggam erat itu kemudian menyuntikkan cairan tepat di leher Hardi yang langsung membuat pria itu tidak sadarkan diri di atas sofa. Azizah bangkit dan susah payah membopong tubuh Hardi ke kamar mereka. Setelah itu, ia mulai membersihkan semua kekacauan yang terjadi dalam ruangan itu.
G E R I M I S
"Selamat datang-" omongan Dila terhenti kala melihat ternyata Rafa yang masuk.
"Lo shift sendiri?" tanya lelaki itu sambil berjalan kearah lemari pendingin yang berada beberapa langkah di depan dirinya itu dan segera membawa dua kaleng minuman soda kearah kasir.
"Hmm," Dila hanya berdehem saja kemudian segera melakukan scan pada dua kaleng minuman yang disodorkan Rafa tadi, "totalnya dua puluh lima ribu," ujarnya.
Rafa mengeluarkan uang pasnya dan segera mengambil barangnya itu. "Gue tunggu di luar," ujarnya.
"Oke."
Sambil menunggu Dila selesai shift, Rafa menyenderkan punggungnya pada kursi yang memang berada di depan supermarket itu sambil sesekali matanya melihat para pengunjung yang masuk.
Tak lama kemudian, Dila keluar lalu langsung mendudukkan dirinya di kursi depan Rafa sambil merenggangkan otot-otot leher dan lengannya.
"Lo darimana?" tanya Dila basa basi.
"Dari cafe habis ngumpul sebentar."
Dila mengangguk-anggukan kepalanya kemudian ia mengambil satu kaleng minuman yang belum di buka Rafa itu dan langsung meneguknya sedikit sedangkan Rafa tampak biasa saja.
"Lo masih belum mau balik ke rumah lo?"
Dila mengendikan bahunya acuh sebagai jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...