Langit perlahan merubah warnanya menjadi kelabu, seakan semesta turut hadir dalam kisah hidup gadis yang ingin sekali bahagia itu.
Suara motor memasuki pelantaran rumah Azka, dibelakangnya Zeva duduk dengan posisi menyamping dengan satu tangan melingkar di pinggang Azka. Zeva sudah menolak untuk tidak ingin ikut ke rumah lelaki itu saat Azka dengan sifat pemaksanya meminta Zeva agar menuruti kemauannya.
Bahkan, Azka dengan berani menelfon Fahri-guru les Zeva untuk gadis itu tidak mengikuti pelajaran tambahan hari ini. Tentu saja dengan alasan, Zeva akan mengerjakan tugas kelompok dan tugas itu akan dikumpulkan nanti malam via email.
Zeva segera turun diikuti Azka. Lelaki itu memegang sebelah tangan Zeva dengan menautkan jemari mereka berdua. Entahlah, Zeva tersipu sendiri dengan perlakuan kecil Azka padanya. Terlihat dari pipi Zeva yang perlahan memerah seperti tomat matang.
"Bunda!" panggil Azka sedikit keras saat ia tidak melihat Rita.
"Di dapur!" terdengar respon dengan intonasi yang sama.
Zeva masih diam, dia tidak tahu ingin berbicara apa disini, terlebih ini pertama kali bagi Zeva datang ke rumah Azka meskipun mereka sudah menjalin hubungan sudah lama. Azka berbalik badan menatap Zeva, langkah keduanya kompak berhenti.
"Lo sama bunda dulu, gue mau ganti baju." Zeva mengerjapkan matanya berulang kali selama beberapa detik. Jantungnya berpacu lebih cepat.
"Gak usah grogi, bunda gue gak galak."
"Hah?" Zeva memberi respon gagu, saat mendengar perkataan Azka."Ka, tapi aku-"
"Eh, udah pulang," suara Rita membuat Zeva tidak melanjutkan kalimatnya, Zeva maupun Azka sama-sama menoleh kearah wanita paruh bayah dengan penampilan khas ibu-ibu dirumah, ialah memakai daster dan rambut yang di cepol. Rita melayangkan senyum kearahnya yang membuat Zeva semakin salah tingkah.
"Udah Bunda," jawab Azka, ia menyalami tangan Rita. Zeva mengikuti yang dilakukan Azka.
"Siapa ini, Ka? Cantik banget," tanya Rita. Azka menoleh kearah Zeva, menatap gadis itu,"yang sering Azka ceritain ke Bunda," Azka berkata tanpa beban.
"Eh-" Zeva menatap Azka tepat di netra lelaki itu, Zeva tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaannya saat ini. Seperti ada ribuan kupu-kupu terbang didalam perutnya, dan aliran darahnya terasa mengalir deras.
"Bund, aku keatas dulu. Azka titip," ujar Azka mengarah kearah Rita lagi. Rita mengangguk sambil tersenyum sumringah, wanita itu sangat senang sekali, ia jadi ada teman untuk mengobrol sebentar meskipun akan membicarakan hal-hal random.
Zeva tersenyum canggung di depan Rita, begini rasanya di perkenalkan ke orang tua pacar sendiri.
"Kok diem?" tanya Rita lembut sambil mengusap kepala Zeva.
"Aku gak tau mau ngomong apa, tante," jawab Zeva jujur dengan gugup.
Rita gemas melihat tingkah Zeva, ia kemudian memegang lembut pundak Zeva, "jangan panggil tante dong, panggil bunda."
Bunda. Zeva mengucapkan kalimat itu dalam hati, entah mengapa ia jadi merasakan hangatnya seorang ibu di diri Rita.
"Mulai sekarang panggil bunda aja yah sayang, jangan tante. Kamu kan calon menantu bunda," ujar Rita lagi membuat Zeva sontak menatap Rita dengan tegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...