Zeva menyederkan punggungnya di kursinya sambil menatap ke luar jendela yang memperlihatkan langit yang sangat terang siang itu dan awan yang ikut menghiasi keindahannya.
Kedua telinganya tersumpal earphone yang memperdengarkan alunan musik Rivers Flows in You. Semua itu karena Rafa yang mendadak ada rapat OSIS katanya dan berakhirlah mereka tidak jadi pergi ke kantin sekarang.
Zeva enggan untuk keluar sekedar mengisi perutnya kali ini seperti para siswa lain saat jam istirahat tiba, karena dia masih enggan berjalan sendirian dan masih risih di bicarakan oleh para siswa terutama siswa laki-laki.
Gadis itu tersentak kaget saat merasakan sensasi dingin mengenai pipinya. Dia menoleh ke samping, ternyata Azka yang menempelkan sekotak susu rasa coklat itu.
"Azka! Itu dingin banget tau!" gerutu Zeva dengan matanya yang melihat Azka menarik kursi di sampingnya lalu duduk menghadapnya.
Azka terkekeh, lalu menyodorkan susu kotak itu pada Zeva dan beberapa makanan yang dia suruh Putra dan Bani untuk membelinya tadi di kantin. Benar dugaannya jika Zeva ternyata tidak keluar kelas sedari tadi.
"Makan, biar maag lo gak kambuh."
"Buat gue semuanya?" tanya Zeva menaikan sebelah alisnya.
Azka hanya bergumam saja, "hmm."
Zeva mendengus geli, "makasih," ujarnya.
Azka bertopang dagu dan memiringkan kepalanya sedikit sambil menatap Zeva yang tengah meminum susu kotak dan memakan roti yang dia kasih itu.
Zeva melirik sekilas dari sudut matanya lalu berdehem karena Azka tidak berhenti memperhatikan dirinya, "kenapa ngeliatin gue terus sih?" tanyanya akhirnya.
"Karena lo gak pernah berubah," ujar Azka.
"Iya lah, kan lo yang sifatnya berubah-ubah kayak bunglon," balas Zeva.
Azka mendengus dan tersenyum kecut mendengarkan jawaban Zeva. Tangannya naik untuk membersihkan sedikit bekas selai roti di sudut bibir gadis itu, "makannya selalu belepotan," ujarnya yang membuat Zeva langsung terdiam lalu membuang muka ke arah jendela menyembunyikan semburat merah di pipinya itu.
"Gue suka sama seseorang," ujar Azka menegakkan badannya kembali.
Zeva menelan salivanya susah payah dan darahnya seperti berdesir mendengarkan penuturan Azka. Zeva berusaha mengendalikan dirinya agar terlihat baik-baik saja mendengar itu. Dia menoleh dan seakan bersikap tenang, "siapa? Syukur deh, akhirnya lo bisa ketemu sama orang yang bisa ngertiin lo. By the way, selamat," ujarnya lalu meminum susu kotak itu kembali.
Azka mendengus geli dan semakin mendekatkan badannya pada Zeva, "gue belum selesai ngomong, Zev."
Zeva tertawa sumbang dan berusaha tidak bersikap canggung.
"Gue suka sama seseorang yang pertama kali gue liat saat masuk ke sekolah ini. Waktu itu, gue takut banget ngedeketin dia, gue takut kalo dia risih sama gue. Akhirnya setiap hari, gue mutusin untuk perhatiin dia dari jauh dan selama itu, gue tau kesukaan dia apa. Kalo ke kantin sukanya makan nasi goreng sama es teh, diam-diam masuk ke aula musik dan mainin piano di sana sambil nyanyi, suaranya bagus, bagus banget malah, sampai-sampai gue hafal waktu-waktu dia setiap harinya di sekolah, dan yang terakhir, dia suka ngeliatin langit." Azka menjeda perkataannya dan menatap lekat ekspresi Zeva.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...