BAGIAN 07

5.8K 451 13
                                    

Zeva berdiri dibawah guyuran air shower yang sudah ia atur dengan suhu dingin, masih dengan baju seragamnya yang sengaja tidak ia lepas. Gadis itu menangis merasakan sekujur tubuhnya yang terasa perih. Tubuhnya menggigil karena kedinginan, tapi dia tak kunjung mau menyudahi.

Perkataan ayah dan ibunya terus berputar di otaknya, seakan penderitaannya tidak akan pernah usai, dan kebahagiaan tidak akan pernah menghampirinya.

"Teman-teman kamu gak salah! Mereka ngomong kayak gitu karena mereka kecewa sama kamu! Andaikan kamu berusaha lebih keras lagi, pasti kamu bisa lolos wakilin sekolah kamu! Ayah malu! Malu banggain kamu di depan kolega ayah, tapi nyatanya kamu gagal!"

"jangan buat ibu berpikir, kalo ibu sudah gagal didik kamu jadi anak yang berguna! Berhenti bersikap bodoh! Paham?!"

Ia mengepalkan kedua tangannya dan bergerak untuk mengacak rambutnya dengan memukul pelan kepalanya,"lo kenapa bego banget sih! Gue capek! Gara-gara lo, gue di pukul terus sama ayah dan ibu!" serunya kepada diri sendiri dengan tubuh yang semakin bergetar hebat karena menangis.

"ARGHHH!" teriaknya menggema didalam ruang itu.

"Gue juga mau bahagia! Lo kenapa suka banget liat gue menderita! Gue itu lo! Kita sama! Tapi kenapa, lo gak pernah mau bantu gue buat jadi yang terbaik di depan ayah dan ibu?!" serunya lagi.

Gadis itu mempunyai luka yang sangat dalam, tidak ada tempat untuk ia menceritakan apa yang dia alami, hingga dia hanya bisa bercerita kepada dirinya sendiri. Tangannya terulur untuk mematikan guyuran air dari shower itu, kemudian segera membersihkan tubuhnya dengan benar.

Tiga puluh menit berlalu, ia keluar dari dalam kamar mandi menggunakan bath sheet yang membungkus tubuhnya. Ia berjalan dengan sedikit tertatih. Sesampainya di depan cermin samping lemari pakaiannya, gadis itu menghentikan langkahnya dan berdiam menatap dirinya sendiri di depan cermin. Tangannya bergerak memegang sudut bibirnya yang sedikit sobek karena tamparan keras yang beberapa kali di berikan ayahnya tadi.

Suara ringisan keluar dari bibirnya. Matanya turun kearah kaki jenjangnya, bekas pukulan dari kayu tercetak jelas di kaki putihnya. Ia tersenyum pedih, tidak ada yang bisa ia katakan. Setelahnya, ia berlalu dari depan cermin itu, kemudian membuka lemarinya. Tangannya bergerak untuk menggeser beberapa hanger pakaian yang ada di dalam sana untuk mencari seragam yang akan ia gunakan untuk besok.

Tidak akan ada yang bisa melihat luka di tubuhnya. Senyum kecil terbit di bibirnya saat melihat rok abu-abu panjang yang sengaja dia beli dulu untuk menutupi luka di kakinya ketika ia setiap kali mendapatkan kekerasan fisik dari ayahnya.

Kemudian gadis itu, bergerak mengambil pakaian santai untuk ia gunakan malam ini. Setelah selesai berganti pakaian, ia berjalan duduk ke kursi belajarnya. kemudian perlahan ia membuka lembar demi lembar buku akuntansi yang ada di hadapannya itu sembari mencoba mengerjakan beberapa soal yang ada di sana.

G E R I M I S

Di meja makan saat ini, dua orang yang sudah berumur kepala empat itu sedang duduk menikmati makan malam mereka.

"Zeva gak turun makan?" tanya pria paruh bayah itu kepada istrinya.

Seketika wanita dihadapannya itu meletakkan sendok dan garpu yang digenggamnya keatas piring kemudian menatap kearahnya,"kayaknya belum Mas."

Mendengar jawaban dari istrinya, ia menahan emosinya yang ingin meluap kembali,"itu anak memang sengaja gak mau makan? Dia pikir, hidup bisa sesuka dia apa. Nanti kalo dia sakit, dia bisa gak masuk sekolah dan beban pengeluaran kita jadi bertambah."

GERIMIS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang