BAGIAN 30

4.3K 298 15
                                    

Fahri, Rafa, dan Azka masih menunggu Putra dan Bani keluar dari dalam sana namun hingga tiga puluh menit berlalu kedua lelaki itu belum terlihat sama sekali.

Fahri mencoba untuk terus menghubungi Putra ataupun Bani lewat alat yang terpasang di telinganya. Bahkan Rafa dan Azka melakukan hal yang sama.

"Bang kalo sampe mereka ketahuan sama orang itu gimana?" tanya Rafa.

"Sialan!" umpat Fahri memukul kemudi mobilnya. Tanpa pikir panjang, Fahri membuka kembali seatbelt nya dan hendak turun dari mobil.

Azka menahan punggung Fahri, "itu mereka," tunjuk Azka dengan dagunya.

Fahri menghela napas melihat siluet Putra dan Bani. Kening mereka berkerut melihat kedua lelaki itu yang berlari menuju mobil dan menggedor-gedor pelan kaca mobil kemudian lantas masuk kedalamnya.

Napas keduanya tersenggal dengan peluh membanjiri pelipis. Fahri dan Azka berbalik setengah badan ke bangku belakang tepat dimana Rafa duduk dan juga Putra dan Bani.

"Lo berdua kenapa gak ada yang ngerespon dari tadi?" tanya Azka.

Setelah merasa lebih baik, akhirnya Bani membuka suara lebih dulu, "gimana kita mau respon, lo gak tau gimana gue sama Putra di ikutin sama pasien-pasien itu!" seru Bani dengan menggebu bahkan tangannya masih gemetaran karena tremor.

Fahri menghela napas lega, dia merasa tenang setelah mendengar penjelasan dari Bani. "Gak ada yang curiga sama lo berdua?"

"Gue sama Bani gak tau pasti karena tadi kita ngerasa ada yang aneh, tapi setelahnya," Putra mengendikkan bahunya, "kita malah di kejar pasien rumah sakit."

Fahri mengangguk mengerti kemudian membenarkan posisi duduknya lalu memakai seatbelt, "kita cabut," ujarnya dan segera mengendarai mobil menjauh dari kawasan rumah sakit.

"Kok gak ada suara lagi? Hai, halo, sayang, iihh!" seorang pasien rumah sakit yang mengambil benda tadi merasa frustasi lalu akhirnya melemparkan benda itu ke tanah dan menginjaknya kuat.

"Awas ada boooommm! Aaaaa lariiii!" teriak pasien itu dan berlari meninggalkan taman sambil tertawa.

G E R I M I S

Azizah membuka matanya dan menoleh kesamping menatap Hardi yang tertidur pulas di sampingnya sambil memeluk perutnya. Pelan-pelan Azizah melepaskan tangan Hardi yang melingkari perutnya itu lalu segera bangkit dari kasur dan membuka pintu kamar dengan sangat hati-hati.

Wanita itu segera berjalan kearah ruangan kerja Hardi lalu masuk ke sana. Azizah menatap sekelilingnya dan mengobrak abrik berkas-berkas yang ada di ruangan itu.

Azizah menegakkan badannya sebentar lalu berpikir sejenak, dia belum bisa menemukan yang dia cari di sana sampai akhirnya dia melihat hanya laci di meja itu yang belum dia buka. Azizah sedikit menunduk lalu menarik kenop laci itu.

Mata Azizah membulat setelah melihat ternyata itu bukan laci biasa, melainkan sebuah brankas. Wanita itu mengepalkan kedua tangannya dengan menggertakkan giginya, tidak ada pilihan lain selain memeriksa brankas itu. Azizah mengamati angka-angka yang tertera di brankas sambil memainkan kuku-kuku tangannya.

Percobaan pertama Azizah menekan tanggal, bulan, dan tahun lahir Hardi tetapi gagal, percobaan kedua dia mencoba menekan tanggal, bulan, dan tahun lahir Zeva dan hasilnya tetap gagal. Azizah berdecak kesal sambil melirik jam di handphonenya yang menunjukkan pukul 03:00, dia harus segera keluar dari dalam ruangan itu jika tidak ingin aksinya ketahuan oleh Hardi.

GERIMIS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang