Dengan langkah pelan, Zeva menuruni anak tangga. Gadis itu sudah siap berangkat sekolah, dengan seragam seperti biasanya dan tas yang ia kenakan di punggungnya. Hatinya gelisah bersamaan dengan keringat dingin yang memenuhi telapak tangannya. Tadi ia baru bisa tidur mulai jam 03:00 pagi.
Kakinya berjalan menuju ruang makan, dan kedua orang tuanya sudah berada duluan di sana. "Pagi, Bu, Yah," sapanya, namun dia tidak mendapatkan respon apapun.
Mengambil napas sejenak sambil berusaha tetap tersenyum, gadis itu segera menarik kursi untuk ia duduki. Tangannya terulur untuk mengambil dua helai roti yang berada tidak jauh di hadapannya kemudian ia olesi dengan selain coklat.
"Gimana sekolah kamu?" tanya Hardi menatap kearahnya.
Pergerakannya untuk memakan roti seketika terhenti. Zeva meneguk salivanya susah payah,"baik kok Yah," jawabnya pelan dan tanpa sadar, ia menekan sedikit keras roti digenggamannya.
Hardi menganggukkan kepalanya,"hari ini kamu sudah mulai ikut belajar tambahan. Ayah sudah memilih guru les privat terbaik buat kamu."
Zeva memaksakan senyumnya,"nanti aku tetap harus belajar sampai jam 9 malam lagi yah? Meskipun ikut les privat?" tanyanya dengan takut-takut.
Hardi mengangguk,"iyah, demi masa depan kamu. Jangan sia-siakan pengorbanan kami yang sudah bayar mahal, buat biaya les kamu. Lakukan yang terbaik, biar ayah bisa banggain kamu di depan kolega-kolega ayah," balasnya.
"Iyah," jawabnya dengan sedikit menundukkan kepala.
"Uang jajan kamu masih ada?" tanya Asra setelah menghabiskan sarapannya kemudian mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan bekas makanan pada bibirnya.
Lagi dan lagi Zeva hanya mengangguk saja, kemudian kedua orangtuanya bangkit duluan sambil meraih tas kantor masing-masing.
Zeva berdeham sebentar melihat kedua orangtuanya yang akan berangkat itu, dia memberanikan diri untuk memanggil keduanya,"Yah, Bu," panggilnya pelan.
Mereka sontak menoleh kearahnya,"kenapa, hm?" tanya Hardi.
Zeva menggigit bibir bawahnya, kemudian ia menggeleng pelan sambil tersenyum kecil,"gak apa-apa. Aku cuma mau bilang, ayah sama ibu yang semangat kerjanya," dan akhirnya ia tidak bisa mengeluarkan perkataan yang sebenarnya ingin dia katakan.
"Ayah kira ada sesuatu yang penting ingin kamu bicarakan," balas Hardi sambil menggelengkan kepalanya, sedangkan Asra melihat arloji yang terpasang ditangan kirinya itu, kemudian menatap kearah suaminya,"yah ayo, nanti jalanan macet," ajaknya.
"Ada Yah, tapi aku takut nanti ayah akan marah ke aku seperti kemarin."
Hardi menoleh kearah Asra seraya mengangguk pelan, kemudian melihat kearah Zeva kembali,"yasudah, kami berangkat duluan. Kamu jangan sampai telat ke sekolah," ujarnya dan mereka segera berjalan meninggalkan Zeva sendiri di ruang makan.
Gadis itu mengunyah paksa rotinya, kemudian ia segera menghabiskan susu coklat yang sudah dibuat untuk dirinya. Setelahnya ia bangkit dan meraih tasnya, segera bergegas keluar untuk mencari taxi.
Sebuah notifikasi masuk ke dalam handphonenya yang berada di dalam saku bajunya. Ia segera mengambil benda pipih itu kemudian senyum terbit dari bibirnya ketika melihat bahwa Azka yang mengirimkannya pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...