Sebenarnya, jika di tanya apa keinginan terbesar Zeva di hari yang kata orang-orang hari spesial maka dia hanya ingin bahagia. Meskipun Tuhan akan tetap memberikannya kesedihan juga, tapi dia hanya ingin di beri kekuatan agar dia bisa melaluinya. Setelah mengetahui kebenaran yang di katakan Azizah waktu itu tentang kematian ibunya, rasanya ulang tahun jadi tidak terlalu menyentuh untuknya. Bukankah setiap tahunnya juga seperti itu, dia bahkan pernah lupa tanggal ulang tahunnya karena sibuk dengan belajar, belajar, dan belajar agar bisa membuat ayah dan ibunya bangga. Beruntung dia memiliki Azka, Putra dan Bani, ketiga lelaki itu selalu mengingat dan berakhir dengan memberikannya kejutan.
Sisa hujan tadi malam hingga jam tujuh pagi menguar di indera penciuman siapapun. Aroma yang selalu Zeva sukai, ia berjalan melewati gundukan-gundukan tanah, ia rindu ibunya. Seperti ada perasaan menghangat, kesedihan dan juga kerinduan yang mendalam di hatinya. Jalan satu-satunya ketika perasaan itu datang, Zeva akan kesini.
Membawa sebuah buket bunga mawar putih, Zeva duduk di samping makam. Senyum kecil terbit di bibirnya, tangannya mulai membersihkan daun-daun kering yang terbawa angin dan berakhir di makam itu. Setelah bersih, Zeva mulai berdoa-mengirimkan al-fatihah dan surah yasin, lalu dia membatin hal yang sama setiap kali berkunjung ke makam, semoga ibu di sana bahagia, aku kangen bu, tapi sadar kita gak bakalan ketemu di dunia lagi. Doa ku semoga sampai ke ibu. Jangan khawatir bu, disini aku bahagia, semuanya berubah menjadi lebih baik. Jangan lupa sesekali mampir ke mimpi Zeva yah bu.
Lalu Zeva mulai menceritakan hal-hal random pada gundukan tanah itu dengan kedua kaki di tekuk ke atas dan ia gunakan sebagai tumpuan dagunya. Sesekali dia ingin menangis, tidak ada satu hal pun yang terlewatkan ia ceritakan bahkan tentang Azka pun tak luput Zeva ceritakan.
"Permisi neng, kesini sendirian?" bapak penjaga makam bertanya, dengan kedua tangannya memegang sapu dan sekop. Bapak itu sudah hafal betul dengan wajah Zeva karena tidak jarang ia melihat Zeva bisa kesini empat kali seminggu.
Zeva mengusap pipinya agar air matanya tidak terlihat lagi, lalu dia mendongak dan memberikan senyum ramah. Bapak penjaga makam lantas duduk di depannya, "ibu neng pasti bahagia soalnya anaknya sering ngunjungin kesini."
"Aminnnn."
"Masih pagi loh, neng udah kesini."
"Soalnya lagi kangen banget sama ibu, pak."
Bapak penjaga makam dapat melihat raut kesedihan yang jelas di wajah Zeva, beliau jadi ingat bagaimana anak beliau ketika baru saja di tinggal oleh ibunya dan beliau yang memilih sendiri sampai saat ini, mengabdikan diri di TPU-tempat istirahat terakhir sang istri agar rasa rindu itu bisa beliau atasi dengan berkunjung langsung dan mengirimkan doa seperti yang Zeva lakukan saat ini.
"Gak ada perpisahan yang indah, neng. Apalagi karena kematian," kata bapak dan Zeva membenarkan dalam diam.
"Tapi, kematian adalah perpisahan paling bijak sekaligus perpisahan paling menyakitkan. Kita cuma bisa mengenang dia yang sudah pergi jauh dan mengingatnya di pikiran kita, gak bisa lagi ketemu, ngobrol-ngobrol lagi. Beda kalo perpisahan karena putus, kita tetap bisa liat dia tapi sama orang lain."
"Kalau misalnya neng di hadapin sama dua pilihan itu, neng lebih milih yang mana?" Pertanyaan itu membuat Zeva bungkam.
"Sama-sama sakit, aku gak tau pak," jawab Zeva apa adanya, "ya lagian, siapa yang mau berpisah kayak gitu pak," lanjutnya.
Beliau terkekeh dan mengangguk membenarkan, "tapi, neng, semua orang di dunia ini akan tetap di hadapkan dengan perpisahan, bagaimanapun proses dan bentuk perpisahannya, semua akan mengalaminya. Dulu, waktu bapak kehilangan istri bapak, dunia bapak serasa hancur, bapak bingung, besok bapak gimana ya sama anak bapak, gak ada yang masakin bapak sayur asem lagi, terus paginya bapak bangun, gak ada lagi tubuh yang bisa bapak liat di samping bapak dan banyak hal lagi yang bapak pikirkan. Tapi, ternyata benar kata orang-orang, selama langit masih berada ditempatnya, semua bakalan tetap baik-baik saja. Enam tahun sudah bapak merindu dan sekarang bapak memilih untuk tetap setia, alih-alih mencari pasangan baru seperti sarab mantu dan anak bapak. Karena posisi istri bapak di sini," beliau menunjuk dadanya, "gak akan pernah ada yang bisa gantiin."
KAMU SEDANG MEMBACA
GERIMIS [SELESAI]
Teen FictionStory 2 . "Katanya, harus terluka dulu biar nanti bisa merasakan bahagia. Lantas, luka sedalam apa yang harus manusia dapatkan, karena aku menginginkan hidup bahagia lebih lama dari hidup dalam luka itu sendiri." (Gerimis, 07 September-2021) Notes :...