Crystal yang tadinya menundukan kepala segera menghapus air matanya lalu mendongakan kepala, melihat siapa gerangan yang ada didepannya. Crystal terdiam sesaat kala menatap lelaki yang tengah tersenyum didepannya ini, terlihat seperti meledek.
"Nih, elap dulu ingus lo. Meler tuh," dengan menggerakan tangan yang terjulur menawari sapu tangan, lelaki itu nampak menahan tawa geli.
Tanpa permisi ia duduk disamping Crystal lalu menaruh bunga Aster disebelah bunga kamelia yang dibawa Crystal.
"Kamelia ya, artinya aku mencintaimu kalo gak salah?" Tidak ada respon akan itu.
Rai memiringkan kepala menatap Crystal yang malah sibuk bengong, "Gue bener kan?" Tanya Rai lagi, lalu hanya mendapati anggukan dari Crystal.
"Lo tau arti dari bunga yang gue bawa?"
Kembali lagi, Crystal menggeleng lemah, malas meladeni konversasi yang dibuat oleh Rai. Anehnya, biasanya lelaki itu akan bertindak menyebalkan tapi kali ini berbeda 180 derajat.
Rai mengangguk, "Bunga Aster, Cinta Yang Penuh Perhatian."
Crystal menoleh mendapati senyum yang tergambar pada wajah Rai. Lrlaki yang belakangan ini terus membuat Crystal kesal itu pun menoleh dan mengulurkan tangan, menghapus jejak air mata yang masih membekas pada wajah Crystal.
"Yakin aja mereka disana juga cinta sama lo, bahkan kasih sayangnya jauh lebih besar." Rai berdiri dari duduknya, lalu kembali menghadap Crystal.
"Kalo boleh, gue boleh anterin lo pulang?" Ujarnya dengan mata mengelilingi langit yang mulai menggelap. Pertanda hujan akan turun.
"Udah mau hujan nih, gimana, boleh?" Crystal terus tertegun kala melihat Rai hari ini.
"Hei.. lo gak lagi kerasukan kan?" Rai was-was sedari tadi yang ditanyai hanya diam. Bisa gawat kan kalau sampai kesurupan, siapa yang bisa mengeluarkan setan disini.
Crystal menggeleng kecil disertai sudut bibir yang sedikit terangkat. Melengkung walau tidak terlalu terlihat.
"Jadi..."
Crystal mengangguk sebagai jawaban.
"Lo lagi sariawan ya?"
Tidak lagi, Crystal sedikit terkekeh mendengar itu. Ada-ada saja lelaki itu tadi mengatakan kerasukan sekarang sariawan.
"Enggalah, gilaa aja."
"Habisnya.. lo dari tadi diem mulu. Ngangguk doang."
Rai kembali mengulurkan tangannya, menunggu Crystal untuk meraih telapak tangannya. Crystal meraih itu lalu berdiri dan berjalan tepat disebelah Rai.
Satu pikiran Crystal yang tidak dapat ia representasikan, mengapa lelaki itu ada disini?—ya, hanya itu.
*****
Menghentikan laju kendaraan dimana Crystal memberikan intrupsi sejak tadi. Rai menatap rumah yang nampak asri itu. Gelap—mungkin karena lampu yang belum dinyalakan, terlihat asri namun sepi. Jika Rai harus berada dirumah itu pasti rasa sepinya akan sangat-sangat menjanggal.
"Gak ada orang di rumah lo?"
"Engga," Crystal melepas seatbeltnya lalu tersenyum kecil, "Makasih ya."
"Ngomong-ngomong gue boleh mampir?" Dengan tiba-tiba Rai bertanya, dahi Crystal sedikit mengernyit setelahnya mengangguk kecil.
Benar saja, rumah itu gelap. Rai melihat Crystal tengah berjalan menuju saklar lampu lalu menghidupkannya. Sebenarnya hari belum terlalu larut, namun rumah ini terasa begitu sunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Teen Fiction"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...