"Bund, Rai mau tanya deh." Ujar Rai seraya menoleh kearah sang Bunda yang tengah menatap juga menggenggam telapak tangan Crystal.
Keadaan ruangan rawat inap milik Crystal sudah tenang, yang terakhir pergi Mbak Rahayu karena harus lihat keadaan Cafe. Dan untuk teman Crystal lainnya, dengan alasan sudah hampir tengah malam dan mereka diharuskan pulang sebelum itu.
"Tanya aja," Kata Bunda tanpa memutus tali fokus dari wajah Crystal. Sekarang salah satu tangannya telah berada pada dahi Crystal, mengelus lembut surai hitam itu.
"Bunda tadi meluk Rafanza, Bunda kenal dia?" Pertanyaan itu tertampung sejak tadi namun tidak sempat tersuarakan.
"Bunda kenal, dia pasien Bunda. Udah sekitar berapa bulan ini." Mata Rai terkejut bukan main dengan mulut menganga.
"Maksud Bunda, dia punya masalah psikologis?" Tanya Rai lagi dan kali ini lebih mendekat kearah Bundanya.
"Rahasia, Bunda gak bisa kasih tau lebih." Ujar Bunda tegas dan Rai tahu tidak akan dapat jawaban lebih.
"Bundaaa, sekali ini aja. Dia kenapa?"
"Rai, kamu tau sendiri pekerjaan Bunda gak bisa kasih informasi apapun tentang pasien."
Rai menghela nafas, dalam hati ia berharap Rafanza akan baik-baik saja dan mudah-mudahan akan lebih baik dari keadaan sebelumnya jikalau memang benar memiliki masalah psikologis.
"Kira-kira kenapa ya Bund, Rafanza sampe sekeras itu buat nolak ajakan ngomong Sena sampe kaya gini." Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan diamana Rai sedang coba untuk menerka banyak alasan dibalik sikap Rafanza.
"Setiap manusia punya banyak pikiran di kepala, dan, dari banyaknya pemikiran itu dia belum bisa menerima pemikiran orang lain. Dia butuh waktu buat nenangin banyak pemikiran di kepalanya, sampai akhirnya mampu menerima pemikiran orang lain,"
"Itu juga kenapa banyak yang memilih diam dalam masalah, karena ia berusaha untuk berdamai dengan dirinya dahulu. Kita gak bisa maksain buat mendikte dia harus cepet selesain masalah. Malah yang ada makin banyak tekanan dan dia akhirnya gak ketemu jalan keluarnya."
Rai terdiam lalu menatap kedua kakinya yang menjejak pada lantai. Memikirkan kembali kata-kata Bundanya. Dan Rai sadar memang tidak baik untuk memaksakan suatu kehendak pada seseorang.
"Bunda harap kamu ngerti, dibalik sikap keras seseorang banyak luka yang dia gak mau berdarah lagi. Berusaha melindungi diri sendiri dari luka yang bisa dateng kapan aja. Dia cuma berusaha biar gak terluka lagi."
Rai mengerti tentu saja, ia banyak membaca dan melihat orang lain. Mengobservasi tingkah manusia lain hanya dengan mata dan telinga. Terkadang, manusia tidak tahu bahwa sikap mereka dapat terbaca dengan mudahnya di mata orang lain.
Kebanyakan orang mengatakan sesuatu tanpa banyak berpikir. Kebanyakan orang bertindak tanpa menerka apa yang akan terjadi setelahnya. Kebanyakan memilih berubah saat melihat sesuatu yang ia rasa baik untuknya.
People change, tapi hanya luarnya saja. Mereka hanya mencoba bersembunyi dari banyaknya permasalahan hidup yang dirasa menjadi amat berat setiap harinya. Kehilangan, kesakitan, bahkan kebahagian.
Kalian tahu, banyak presensi dimana disaat orang banyak tertawa maka dapat dipastikan ia pula banyak menangis. Mungkin benar dan mungkin juga salah. Karena apa, manusia memiliki titik rendah perseorangan. Mungkin ada orang yang ingin tutupi kesedihan dengan tawa palsu yang dirasa akan bawa kebahagian. Dan pula, mungkin ada yang menyembunyikan senyum dan rasa sakit bersamaan, menyimpan banyak sakit yang kadang tidak tertahan. Dilakukan untuk menjaga diri sendiri. Agar tidak terluka kembali. Agar tidak hancur berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Teen Fiction"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...