Crystal buru-buru bantu Rai untuk duduk diatas kursi yang memang tersedia diteras rumahnya. Dengan wajah lebam, bibir robek, dan baju yang berantakan.
Mungkin ada alasan lainnya mengapa sang prangai buruk tiba-tiba memukuli Rai. Tapi apa?
Semuanya terasa begitu cepat, yang Crystal sadari ialah sang prangai buruk sama sekali tidak menatao dirinya. Tatapan marah dan kecewa itu kontan menatap Rai. Kata-kata tajam yang diikuti ancama terdengar begitu tegas.
Rai menggelengkan kepalanya, sebab pusing yang baru melanda.
"Aku ambilin obat ya," tanpa mendengar jawaban apapun Crystal langsung memasuki kembali rumahnya, mengambil kotak p3k untuk segera mengobati Rai. Takut apabali terlalu lama akan mengakibatkan infeksi.
"Maaf ya-" Crystal dengan hati-hati membersihkan dan menutup luka Rai dengan perban. Ada sedikit ringisan akibat perih namun Rai coba untuk tahan.
"Aku rasa Rafanza salah paham." Celetuk Rai dan sebenarnya Crystal juga rasa begitu. Rafanza yang tahu bahwa adiknya menyayangi Rai pasti akan marah jika tahu fakta Rai memeluk perempuan lain yang pastinya akan menyakiti hati sang adik.
"Iya, dia pasti marah banget kalo misal adeknya sakit hati lagi." Ujar Crystal yang langsung menatap lurus kedepan, membayangkan seberapa terburu-buru sang prangai buruk tadi berjalan meninggalkan mereka.
"Kamu cuma mikir itu, kalo Rafanza cuma marah soal adeknya?" Crystal yang mendengar pertanyaan itu hanya terdiam tak lama mengangguk mengiyakan.
"Kalo kata aku, itu juga soal kamu." Rai menatap Crystal yang nampak terkejut dengan penuturannya.
"Aku tau Sena, kalian berdua saling sayang. Dan seberapa sayang kamu ke dia. Dari mata kamu waktu ceritain semuanya aku langsung paham," Rai terdiam sejenak lalu menghela nafas.
"Dan sesama laki, aku juga paham seberapa sayang dia sama kamu. Buktinya, dia gak sanggup liat kamu tadi, padahal dia kesini pasti buat ketemu kamu. Dia liat kamu tapi sayangnya pas aku peluk kamu."
Alasan mengapa Rai memeluk Crystal adalah untuk meredakan rasa sedih Crystal. Karena merasa ikut kehilangan sebab salah satu sahabatnya kehilangan sosok ibu. Dan tadi pagi hati Crystal begitu sakit melihat Zanna yang menangis dipojokan.
Menangisi kepergian ibunya.
Bahkan Zanna menolak untuk makan, mata perempuan yang biasanya ceria itu tetlihat kosong menatap mayit sang ibu.
Tangis Zanna semakin meraung kala dipemakaman dimana itu menjadi tempat beristirahat terakhir sang Ibu. Zandy-kakak Zanna pun ikut menagis dan dengan tangannya menahan sang adik sembari memberi usapan lembut. Menenangkan.
Crystal, Aneisha juga Nadira yang melihat itu hatinya bagia terasa diiris. Tangis mereka pun turut penuhi hari kelabu Zanna.
Namun Crystal usap air matanya, mendekati Zanna yang masih menagis kala tanah mulai menutupi raga sang Ibu.
Peluk Crystal berikan pada Zanna dan usap lembut surai gadis itu.
"Al, Mama bilang pengen pulang kerumah, Mama bilang pengen tidur dirumah. Tapi kenapa Mama malah pergi ninggalin aku,"
"Mama-"
Tangis Zanna mulai kacau gadis itu memukul-mukul dadanya sebab rasa kehilangan yang buat dadanya terasa nyeri. Dan fakta bahwa Papa tidak juga hadir dipemakaman membuatnya makun meraung. Padahal, Mama terus bertanya keberadaan Papa. Padahal, Mama sangat rindu Papa.
Aneisha dan Nadira ikut duduk disebelah Zanna dan memeluk gadis itu erat.
*****
Rafanza yang masih berusaha melajukan mobilnya ditengah derasanya hujan. Ditengah gelapnya jalan raya akhirnya menepikan mobilnya. Dadanya bergejolak, matanya ia edarkan dengab resah kesekitar.
Gugup dan takut sebab ia berada ditengah jalan dan pada saat hujan. Tangannya gemetar hebat, matanya memerah ulah tangis. Memukul kepalanya sendiri akibat ingatan lini masa lalu yang kembali masuk dalam pikirannya.
Malam dimana ia berjalan sendirian, ditengah hujan. Malam itu gelap, sangat. Rafanza hanya ingat seberapa terang lampu yang menyorot pada mobil yang dikendarai oleh Ayah malam itu. Lalu bagai waktu terhenti dalam sekejab, Rafanza menemukan dirinya tertidur disemak belukar.
Matanya buram, nafasnya berderu kencang. Paru-parunya dirasa sangat sesak akibat benturan amat keras pula tangis yang tidak dapat keluar. Hanya rasa takut dan sakit yang menjalar melingkupi tubuh kecil.
Rafanza kecil mengeratkan genggaman pada ujung bajunya karena rasakan sakit yang amat sangat menusuk. Malam yang dingin pula hujan yang basahi bumi.
Dengan perlahan Rafanza kecil berjalan, suara ledakan mendadak kagetkan dirinya. Dengan cepat ia berjalan berharap bahwa itu bukan mobil dimana mungkin Ayah masih ada didalamnya. Mata Rafanza yang mulai memerah itu terbelalak melihat keadaan yang amat kacau.
Dimana dua mobil yang hancur tak beraturan, salah satunya terbakar.
Dan itu bukan milik Ayah.
Mata Rafanza yang buram karena air mata yang mulai menumpuk berusaha temukan Ayah. Dan Ayah tidak ada didalam mobil, lalu dimana Ayah?
Jangan tinggalin Rafa Ayah....
Kaki kecil itu dibaaa Rafanza untuk mencari dimana kebaradaan sang Ayah. Keadaan jalan yang gelap buatnya makin takut.
Rafamza langsung terjatuh karena terkejut melihat dua tubuh yang saling memeluk didepannya. Seorang anak kecil perempuan dan wanita dewasa. Mereka tidak sadarkan diri dengan darah yang penuhi kepala juga sekujur tubuh.
Tangis Rafanza sama sekali tidak dapat ditahan, tangis pecah karena ketakutan. Teriakan minta tolong ia coba suarakan namun tidak ada satu gerangan orang yang melewati jalan itu.
Kemana semua orang?
Ada orang yang butuh bantuan.
Dan Rafanza kecil tidak dapat lakukan apapun.
Maka dengan ketakutan yang mulai menjalar keseluruh tubuh Rafanza bawa kaki kecil berlari.
Ia ketakutan, apalagi dengan mobil yang terbakar disana, ada manusia lainnya. Jantung Rafanza berdetak dengan amat kencang, adrenalinya naik begitu derastis tangis pula teriakannya bagai usaha yang tidak berarti.
Rafanza takut. Ia ketakutan.
Walau langkah kecil yang ia bawa sangat tidak lah berarti namun ada satu keinginan dalam hatinya. Membantu kedua orang yang ada dilokasi kejadian. Semoga mereka dapat tertolong.
Malam yang kelam buat langkah Rafanza bagai mengawang. Tangisnya begitu kencang sampai ia terjatuh. Lututnya yang memang sudah memar kembali robek sebabkan luka yang cukup parah.
Dengan sekuat tenaga Rafanza tetap melangkahkan kakinya, mencari sumber tolong selagi ia masih bisa berjalan.
Sampai sebuah lampu mengagetkan Rafanza kecil kembali. Sampai ia terjatuh dan berteriak, menutup kedua telingannya dengan tangan. Bayangan dimana kedua orang yang masih terbaring lemah juga orang lainnya yang habis terbakar dalam mobil.
Sesorang keluar dari mobil itu, menghampiri seorang anak kecil yang menangus berteriak.
Rafanza tunjukan kearah dimana kejadian kecelakaan itu terjadi dengan tubuh yang gemetar bukan main.
"Disana, tolong... disana-"
Rafanza kecil yang sudah tidak sanggup menopang tubuhnya pun terjatuh. Menutup kedua kelopak matanya dengan tubuh membiru akibat memar.
Dan semuanya gelap.
20:30, 28 Juni 2022
Seee youuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Ficção Adolescente"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...