43. A Pack Of Lies

44 1 0
                                        

Pagi ini Crystal masih saja tidak merespon setiap pesan yang dikirimkan oleh si prangai buruk, pikirannya terasa begitu berat sebab cakap yang dilakoni semalam. Ingin rasanya denial akan rasa atau bahkan dapat dikatakan fakta. Lari dari satu kondisi yang tidak pernah diekspektasi akan terjadi. Tidak berikan dirinya untuk selesaikan satu urusan hati, ada lagi urusan hati bahkan dari orang yang tidak terduga pula.

Crystal ingin berteriak tentang fakta yang tiba-tiba tampar dirinya begitu keras. Hingga terjatuh dan ingin tolak tapi dokumen yang dipaparkan kepadanya, sudah lebih dari kata cukup untuk kuatkan fakta yang ada.

Dokumen dalam map berwarna kuning yang sedari semalam ada disampingnya dan enggan untuk dibuka kembali. Karena masih ingin ucapkan dalam hati, tidak itu tidak benar, mimpi, ya itu cuma mimpi.

Suara klakson menghentakan tubuhnya, menyadarkannya kembali pada dunia yang masih setia berputar. Maka ada langkah yang diayunkan dengan pikiran yang tidak juga tenang.

Rafanza yang tunggu kedatangan Crystal berdiri dengan bersandar pada pintu mobilnya, arahkan mata pada pintu yang dengan pelan terbuka, hadirkan satu sosok yang sejak beberapa hari tidak dapat ia dekati, ulah gadis itu yang terus hindari dirinya.

Ada yang berbeda dari Crystal pagi ini, terlihat tidak fokus. Hingga mata Rafanza yang tatap sepatu bertali yang tidak dibenahi dengan benar. Apa yang sedang dipirkan oleh gadis-nya itu.

Maka ada langkah yang ikut ia ayunkan menghampiri sang pemegang hati, "Sepatunya Al, kok gak ditaliin sih."

Crystal yang baru saja hendak benahi tali sepatunya namun kalah cepat dengan Rafanza yang sudah lebih dulu berjongkok, "Kamu jarang banget loh gak fokus gini, kenapa?" Crystal masih setia tatap Lelaki yang tengah ikatkan tali sepatunya. Abaikan pertanyaan yang bafu saja terbang dan hilang.

Setelah selesai ikatkan tali pada sepatu Crystal,  lelaki si prangai buruk menengadahkan kepala menatap mata yang sedang tatap dirinya juga. Lalu dibawa tubuhnya untuk ikut berdiri, mensejajarkan tinggi dengan Crystal yang masih setia tatap dirinya.

Ada satu peluk yang dibagi oleh Rafanza, bawa ketenangan yang mungkin bisa ia berikan pada sang kasih. "Maafin aku ya, karena beberapa hari ini gak bisa ada waktu buat kamu."

Gelengan terasa oleh Rafanza namun tidak ada kata yang disuarakan.

"Aku bingung, maafin aku ya." Lagi kata maaf diulang untuk kedua kalinya. Bukan kata itu yang aku mau Rafa, bisakah kamu cerita tentang apa benar keberadaanku penting untuk kamu.

"Aku gapapa Rafa, kalo semisal ada yang mau dibagi kamu bisa pergi ke aku. Aku ada ditempat yang sama, tunggu kamu." Ujar Crystal yang dalam pelukan Rafanza temukan sepqsang mata lainnya didalam kendaraan milik Rafanza.

"Aku tau, makasih ya udah selalu ada disana, jadi tempat ternyaman buat bagi cerita, kamu bisa tunggu kan, sebentar aja." Maka ada angguk yang diberi Crystal, lalu ia renggangkan pelukan mereka, tatap mata Rafanza yang tengah bersinar teduh dengan banyak rahasia.

"Ya udah, sekarang kita berangkat sekolah ya," Rafanza mengangguk lalu genggam telapak tangan Crystal lalu diangkat hingga ia kecup punggung tangan sang kasih.

"I love you.." bisiknya

Namun tidak ada balasan, Crystal hanya dapat tersenyum mendapati kata itu. Dan genggaman yang semakin erat.

*****

"Al... lo kenapa sih dari tadi bengong gitu, kenapa?" Tanya Aneisha saat setelah beberapa saat memperhatikan Crystal yang sering melamun entah memikirkan hal apa.

"Gak ada Isha, gue gak kenapa-napa." Ujar Crystal saat ini, ya saat ini. Tidak tahu jika nanti.

Keadaan kantin ricuh sericuh pikirqn-pikiran yang sudah tidak habis bicara dikepalanya. Dan ada nasi goreng yang ia pesan hanya diaduk tanpa disuapkan pada mulutnya.

HIDDEN SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang