Seorang perempuan terbangun dengan mata berkaca. Di usapnya tetesan air yang tanpa permisi telah mengalir. Terduduk dan menoleh kesemua arah yang dapat ia lihat. Sedikit demi sedikit isakan terus muncul pada mulutnya. Air mata tak lagi dapat terbendung. Mencoba menghempas segala kesesakan yang di akibatkan oleh mimpi yang menggerayang dalam diri.
Setelah sekian lama, mimpi itu datang lagi. Mencoba tegar dan ternyata tak mudah untuk melupakan kejadian tragis itu. Bagai sistem pengingat terus mengikat memori di hari itu dengan kuat.
Crystal mengusap kasar air mata itu dan mengatur nafasnya. Crystal tak ingin datang dengan mata sembab akibat menangis ke sekolah.
"Maaf Sena belum bisa dateng" gumam Crystal dengan isakan yang tak kunjung terhenti.
Crystal dengan cepat beranjak dan menyiapkan segala kebutuhan sekolahnya. Crystal sudah terbiasa akan hal ini. Mimpi ini.
Crystal hanya dapat berdoa dan berharap. Agar semua orang yang disayanginya dimana mereka berada sekarang dapat hidup dengan baik. Walau ia tak tahu siapa dan dimana mereka.
Setelah siap dengan seragam sekolah dan tas yang telah tersandang pada bahu. Crystal menghembuskan nafas berat dan membuka pintu.
Menjalankan hari, dimana ia hanya menjalani tanpa memahami. Menunggu hari berlalu walau tak menikmati. Mencoba tersenyum walau tak sepenuh hati.
Meneguhkan hati agar tak goyah. Menguatkan hati agar kuat bagai baja.
Crystal terkaget dengan motor yang berada tepat di depan gerbang rumahnya. Lelaki itu menoleh kearahnya.
Crystal mengunci pintu rumah dan berjalan menuju gerbang. Dilihatnya lelaki itu tengah mengirim pesan lewat ponselnya.
Setelah menutup gerbang, Crystal menatap lelaki itu tanpa bicara, tanpa sapaan.
"Naik!" perintah lelaki itu, yang tak lain ialah seorang Rafanza Dillon Abhicandra.
Ada angin apa coba? Tanpa ada basa-basi atau apapun lelaki itu datang tanpa diminta. Tapi ada baiknya, pucuk dicinta ulam pun tiba.
Crystal sedikit ragu, "Em, gue naik angkot aja, lagian gak ada helm juga" tolaknya dengan halus.
Rafanza turun dari motornya, membuka bagasi pada motornya. Dikeluarkan benda yang tadi disebutkan oleh Crystal. Tanpa bicara dan tentu dengan wajah datarnya.
Crystal menerima itu, "Kenapa kesini?" tanya Crystal masih dengan memakai helm. Crystal merasa sulit menutup kunci pada tali helm.
Rafanza menatap itu, ditarikanya Crystal mendekat. Ditutupnya dengan mudah kunci pada tali helm itu. Crystal termagu sesaat, meresapi segali sentuhan Rafanza.
"Jemput lo," ujarnya dan mengisyaratkan untuk naik. Dengan hati-hati Crystal naik, ia menggunakan rok jika kalian lupa.
Baru kali ini, Crystal berharap lelaki yang ada di depanya ini akan selalu ada untuknya. Mengisi hatinya. Crystal berharap, jika bisa mereka berbagi luka, luka yang mereka coba tutupi dengan ekspresi berbeda.
Keheningan terus berlanjut sampai mereka sampai di SMA Gaswara. Crystal turun dari motor Rafanza dan memberikan helm yang di kenakannya.
Kali ini, Crystal merasa semua perhatian tertuju pada mereka. Crystal sedikit melirik, dan benar saja banyak tatapan siswa-sisiwi yang menatap mereka. Apa yang salah? Seakan keberadaan ia diatas motor milik Rafanza merupakan hal menarik.
"Wo, apenih bro, dah sama cewekaja lo!" ujar Cakra dengan menggoda dua insan di hadapannya.
Cakra menjukurkan tangannya, mencoba bertegur sapa, "Hai, gue Cakra, ah iya, lo pasti udah tau siapa gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Teen Fiction"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...