44. Another and Other

30 2 0
                                    

"Al... mbak nanti mau belanja keperluan, kamu mau ikut?" Suara Rahayu sedikit menyentak Crystal yang beberapa hari kebelakang kurang fokus dan lebih sering melamun. Rahayu sebenarnya heran dengan perubahan Crystal yang kadang linglung dan bingung kala sedang berkerja.

"Eh, mau ke toko grosir ya Mbak?" Yang ditanya hanya mengangguk, menunggu itikad remaja dihadapannya yang sudah ia anggap adik.

"Ya udah deh aku ikut, karena berhenti kerja di mini market aku kadang bingung ngapain dirumah." Setelah usai menyelesaikan keputusannya, Crystal terlihat serius menatap Rahayu yang sadar dan langsung bertanya dengan tatapan mata bingung.

"Mbak, waktu Ayah sama Bunda pindah keperumahan, aku udah lahir?" Menghentikan segala kegiatan yang sedang ia lakukan, Rahayu nampak berpikir dan mengingat.

"Iyaa, kamu sekitar enam bulan kalo gak salah. Mbak juga lupa-lupa inget kenapa Dek?"

Crystal lantas memainkan jarinya dan sedikit tersenyum tipis, entah untuk apa tapi ia rasa dibutuhkan pengalihan sekarang.

"Ohh, engga, aku cuma penasaran aja. Soalnya aku gak pernah liat satu anggota keluarga dari dulu."

Benar saja, Rahayu langsung menagkap kemana arah bicara akan terbawa. Memang tentang keluarga Crystal ia tidak tahu apa-apa selain gadis itu dan kedua orangtuannya. Tapi ada yang mengganjal kala tiba-tiba Crystal membicarakan tentang keluarga yang bahkan tidak pernah mereka bicarakan sebelumnya.

"Mbak juga gak tau ya Dek, soalnya privasi dan Mbak juga bukan siapa-siapa buat nanya hal kaya gitu ke Ayah-Bunda kamu."

Belum sempat ingin curahkan sebenarnya tidak ada niatan untuk mengorek lebih dalam tentang keluarga. Suara dering lonceng pada pintu mengintrupsi, Crystal yang lihat siapa yang ada disana terdiam, menghela nafas lalu membuangnya kembali. Bagai menyiapkan diri akan hal yang akan terjadi.

"Ini buku menunya, ada yang ingin dipesan?" Crystal coba untuk ramah dan sdsikit menebak ada apa gerangan kedatangan dari seorang yang belum pernah dilihat muncul disana, ini pertama kalinya.

"Choco ice aja."

"Ada hal lainnya?" Crystal menatap seorang perempuan yang sddang duduk dikursi pelanggan yang tengah tatap dirinya pula.

"Engga ada." Mengangguk mengerti dan hendak langsung berikan pesanan pada Rahayu, tangan Crystal keburu ditahan dan memakasanya untuk berbalik.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Tutur Crystal coba untuk mengerti dan menunggu jawab dari bibir yang beberapa kali terbuka namun kembali tertutup. Ragu dengan mata bergetar sampai akhirnya, Crystal lepaskan tangannya.

"Jika tidak ada saya permisi ya." Tidak dapat dicegah lagi, tangan Sheila menggantung diudara dengan lidah yang kelu ingin ujarkan sesuatu yang tertahan. Rasanya sulit rasa resah yang kemarin-kemarin terasa semakin menggerogoti dirinya. Dan Sheila rasa memang harus ada yang dijelaskan.

Selama Sheila duduk disana, tidak ada sapa ataupun tatapan yang Crystal berikan. Entahlah, Crystal juga tidak paham mengapa ia melakukan itu tapi memang ia sedang meminimalisir setiap komunikasi dengan orang lain. Banyak hal yang sedang ia pikirkan dalam kepala. Terlihat diam memang namun kata demi kata, riuh juga ricuh dalam pikirannya sangat mengganggu. Tersusun layaknya puzzel yang ingin ditata agar menjadi satu kembali, namun sulit bagai setiap kepingnya tidak dapat ditaruh dimana seharusnya.

"Crystal kita bisa ngomong?" Akhirnya dengan keberanian yang coba Sheila susun sedari tadi kokoh hingga membawa langkahnya pada Crystap yang tengah lap meja.

"Oh, iya, boleh." Canggung, tidak tahu harus bagaimana menanggapi. Tapi Crystal akan dengarkan sebisanya apapun yang akan diujarkan oleh Sheila.

Maka ada cakap dengan kening berkerut milik Crystal juga tatapan yang tidak dapat dijelaskan. Dengar segala penjelasan yang tak putus dari bilah bibir milik perempuan dihadapannya. Crystal sama sekali tidak berniat untuk mengintrupsi, ia akan dengar dan nanti akan ada kesimpulan. Apa yang harus ia lakukan kala cakap itu usai.

HIDDEN SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang