51. Never Know

29 2 0
                                    

Sial, itu satu kata yang terujar dipagi hari milik Aneisha. Untuk kali ini ia berani merutuki dirinya sampai menyumpahi kenapa harus menghabiskan semalaman hanya untuk menyelesaikan satu serial drama. Dan akhirnya telat bangun dan harus bangun sapa pula makan bersama.

Sudah lama memang dirinya ada didalam rumah itu. Tapi ternyata untuk menerima belum bisa ia lakukan. Rasanya tetap asing. Walau rasa senang lihat senyum sang Mama yang setiap hari hiasi harinya. Bahagia karena liat Mama uang banyak berseri disetiap harinya.

Ada satu tarikan nafas yang Aneisha ambil kala ingin buka pintu kamar.

Kesialan tidak sampai ia telat bangun ternyata. Kali ini kesialan bawa ia bertemu dengan saudara tirinya. Tatapan mereka bertemu beberapa detik namun ketika lihat Zico yang bersikap biasa dengan melewatinya buat Aneisha kembali hela nafas.

Canggung, Aneisha belum bisa beradaptasi dalam keluarga barunya. Masih terjebak dengan hati yang belum bisa ditentukan apa yang ingin dipilih.

Tidak pasti pula, apa yang harus ia pilih. Karena Aneisha telah pilih untuk buat Mama bahagia dahulu, tentang dirinya bisa Aneisha nomor duakan. Yang penting Mama bahagia.

Langkah Aneisha pelan, ragu untuk turun kebawa dan makan sarapan bersama. Selama berada disana tidak satu pagipun Aneisha habiskan di meja makan. Aneisha selalu pergi ke sekolah lebih awal hanya karena ingin hindari acara sarapan bersama.

Dan kali ini, ia terjebak.

Aneisha hampir saja ambil langkah kearah pintu sebelum satu suara hentikan pilihannya, "Aneisha.. kok langsung mau pergi, sini dulu sarapan."

Suara pria paruh baya yang telah menjadi Ayah Sambungnya. Aneisha membalikan badanya tatap senyum tulus pada wajah Ayah Sambungnya itu.

"Engga deh Om.. Aneisha mau langsung berangkat aja."

"Sha... sini sarapan dulu, Zico aja masih sempet sarapan ya." Kali ini Mama yang bujuk Aneisha, dan dirinya tidak bisa tolak satu permintaan Mamanya.

Karena Mama segalanya.

Karena janji pada Papa akan terus menurut apa kata Mama.

Berjalan kearah meja makan ada Ayah Sambungnya yang rangkul bahunya dengan senyum lembut dengan garis pada mata, tenang.

"Kamu jarang banget loh sarapan bareng."

Aneisha tidak berkata apapun dan hanya mengangguk lalu duduk dikursi sebelah Mama.

"Kamu tuh ya, kenapa sering banget gak sarapan bareng, kalo gini kan seneng liatnya." Ujar Mama dengan senyumnya yang selalu ingin Aneisha lihat seumur hidupnya.

Mama ambilkan nasi goreng yang ada disana untuk Ayah sambungnya terlebih dulu, lalu kepada Saudara Tirinya.

Dan yang buat Aneisha merasa tertinggal adalah Zico yang sudah dapat adaptasi dengan keadaan kali ini, "Makasih Mah..." ujar lelaki itu dengan senyum tipisnya.

Tangan Aneisha saling menggenggam, rasanya ia terlalu banyak menghindar tanpa ada keinginan untuk menerima.

Ternyata, masalahnya ada pada dirimya sendiri.

Lalu Mama berikan piring berisi nasi goreng untuk dirinya pula, "Mama tuh sering banget heran, setiap pagi kamu udah berangkat, kenapa sih?"

Aneisha terdiam sejenak, "Cuma takut gak dapet angkot aja Mah..." bohong Aneisha.

"Mau Mama anter aja ke sekolah ya, biar bisa sarapan bareng terus kaya gini."

"Engga deh gapapa Mah, Mama sibuk."

"Ck, batu banget memang kamu."

Sarapan dibawa tenang, tidak ada yang buka suara sampai Ayah Sambungnya bicara. Pria paruh baya itu menyesap kopi hitam lalu menatap Anak laki-lakinya.

HIDDEN SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang