29. Fifty-Fifty

74 5 0
                                    

Sheila melihat dari kejauhan Rafanza dengan Crystal yang berjalan berdampingan. Dapat terlihat dengan jelas kalau hubungan diantara mereka sudahlah ditahap yang berbeda. Sheila hanya ingin menjelaskan segalanya. Namun tetap ia juga ingin Rafanza untuk melihatnya kembali, memberinya satu kesempatan kembali, sekali saja.

Dan melihat kedekatan Rafanza juga Crystal yang semakin dengan menimbulkan pemikiran jelek dikepala perempuan manis itu.

Sebisa mungkin, ia ingin Rafanza kembali padanya. Sebisa mungkin, ia ingin Rafanza ada disisinya. Terlepas salah atau tidak atas tindakannya. Sheila hanya ingin Rafanza.

Dan disana mereka, dimeja kantin yang telah terisi oleh Crystal, Nadira, Aneisha juga Zanna. Dengan Rafanza duduk tepat disamping Crystal. Zanna yang terus membuang pandangan kala mendapati Abraham tengah menatapnya. Nadira dan Cakra yang terlihat sudah membaik dari sebelumnya.

"Lu berdua kaga mau jadian apa?" Tanya Abraham yang terarah pada Cakra juga Nadira.

"Lagi gue rencanain, mau apa lo?" Jawab Cakra santai, tidak berpikir bagaimana dampaknya untuk Nadira.

"Ck, ini gue jomblo sendiri banget,"

Pandangan Abraham ergiring kearah Zanna yang masih sedia memakan nasi goreng, "Zan, apa kabar nih kita?"

Zanna yang mendapat pertanyaan absurd itu mengangkat sebelah alisnya. "Kita? Ada hubungan apaan emang gue sama lo?"

"Mampus lo!" Ejek Cakra kala melihat balasan Zanna untuk Abraham yang terkekeh dengan itu pula.

"Hubungannya kan belum ada, gimana kalo kita mulai aja?" Dan kali ini tidak ada respon yang diberikan Zanna.

"Usaha dulu bung, masalah ditolak urusan nanti..." kali ini Rafanza ikut nimbrung dalam percakapan.

"Gak jelas lo pada!" Ujar Zanna yang mulai merasa tidak nyaman dengan percakapan itu.

"Buset galak amat neng." Abraham baru akan menggapai ujung bibir Zanna yang terdapat remah nasi. Tangan itu terhempas begitu saja, bahkan seperti hentakan keras.

"Gak usah sentuh-sentuh gue!"

"Ke kelas aja yuk, pada udah kan makannya?" Kali ini Aneisha membuka suara, melihat Zanna yang nampak tidak nyaman membuat mengambil inisiatif untuk mengakhiri konversasi siang ini.

Crystal yang juga mengerti pun mengangguk, "Yuk, dari pada dikantin mending dikelas kan."

"Yahhh.. Al, buru-buru amat." Ujar Rafanza yang melihat Crystal telah berdiri.

"Bucin lo anjing!" Suara Cakra begitu keras hingga mengalihkan atensi seisi kantin.

Namun tidak digubris oleh Rafanza, tatapannya masih pada porosnya sekarang. Ia hanya ingin Crystal untuk didekatnya walau hanya 15 menit jam istirahat.

"Bentar lagi masuk, manja amat!" Sarkas Zanna, perempuan itu sedikit malas berurusan dengan lelaki. Atau lebih tepatnya, tidak ingin berurusan.

"YEE.. Zanna galak amat dah." Cakra menggeleng melihat perilaku Zanna.

"Terserah gue ya!"

"Udah ih, Cak gak usah banyak komen bisa kan?" Ujar Nadira yang sedari tadi hanya diam.

Dan diakhiri dengan ke empat perempuan itu meninggalkan kantin. Tatapan Abraham masih pada Zanna yang entah mengapa semakin hari semakin sulit didekati.

*****

Aneisha tengah menunggu angkutan umum untuk pulang. Jika saja ia tahu hari disiang ini akan hujan maka dengan pastinya ia akan membawa payung. Rumah yang ia tinggali memang tidak jauh dari sekolah, hingga mungkin dengan berjalan kaki saja pasti sampai dengan cepat.

HIDDEN SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang