Masih sama halnya seperti kemarin, sosok yang sangat ingin Rafanza temui tidak juga terlihat. Tidak dapat ditemukan. Bahkan ini menjadi titik jenuh dimana Rafanza terlihat murung. Sangat jarang terlihat, setelah dimana Rafanza yakinkan diri untuk berubah, menjadi lebih kuat. Memasang begitu banyak wajah hingga menutupi watak aslinya. Perangainya buruk, akademik juga non akademik yang tidak sama sekali ia hiraukan pula keluarga hancur.
Sekarang murungnya ia bawa dengan langkah gagas pada sebuah rumah didekat perdesaan. Dengan banyak bawaan seperti cemilan juga sembako pula mainan untuk anak kecil. Entahlah sejak tujuannya untuk bertemu dengan Crystal hari ini pun tidak membuahkan hasil. Ia berhasil bawa langkah untuk unjuk sapa karena telah lama tak jumpa.
Pintu berwarna kuning dengan halaman yang asri dihiasi berbagai tanaman. Ada pula ayunan juga sepeda yang terparkir pada halaman.
Rafanza coba kuatkan diri, maka ditariknya nafas dan dihembuskan kembali. Setelah siap untuk bohongi dirinya lagi untuk terlihat baik-baik saja. Menutup mata sejenak saja Rafanza dengan berani langkahkan kaki mengetuk pintu itu.
"Iyaa... sebentar!" Teriak anak kecil dari dalam diiringi suara deru kaki yang berlari kecil.
"Umi! Ada tamu! Aa' bukain pintu yaa." Teriakan itu kembali terdengar dan mampu buahkan satu senyum kecil dan hangat yang mulai melingkupi hatinya.
Pintu terbuka dan tampilkan anak berusia sepuluh tahun yang mulai tumbuh tinggi. Rafanza tersenyum dan menyapa, "Hai, Aa' Tyan. Apa kabar?"
Anak berkaos oblong juga celana pendek mengekspresikan keterkejutannya untuk beberapa detik lalu dengan cepat berjalan sebanyak dua langkah dan peluk sosok tinggi dihadapannya.
"Abang! Aa' kangen banget, kenapa baru dateng sekarang sih?" Ujarnya dengan masih mendekap tubuh kokoh dengan hati rapuh didepannya.
"Aa' udah tambah tinggi banget sekarang yaa, nih abang bawain hadiah. Aliya mana?" Rafanza urai pelukan dengan senyum berkembang goyangkan beberapa kantung plastik digenggamannya.
"A' siapa tamunya, kok gak diajak masuk?" Suara lembut, rendah yang terasa begitu hangat itupun masuk dalam indra pendengaran Rafanza.
Pandangan keduanya bertemu dan sang wanita paruh baya langsung dengan cepat mendekat kearah Rafanza, "Kamu kenapa baru kesini sekarang, sehat kan kamu, Reva gimana?"
"Aku sehat Umi, Reva juga. Rafa tadi gak sengaja lewat di toko mainan terus keinget Tyan sama Aliya makanya kesini. Sekalian."
Tangan Rafanza dibawa untuk digenggam, tatapan berkaca milik Umi juga senyum sendu itu buat hati Rafanza goyah. Namun tidak sekarang, ada Tyan dan ia tidak boleh terlihat lemah.
"Yuk masuk, Umi baru aja masak, Aliya lagi dibelakang juga. Kucingnya baru aja lahiran, gak bisa kalo gak diliatin terus."
Rafanza melangkah masuk kedalam rumah bertema sederhana yang selalu terasa hangat. Ditatapnya gambar keluarga disana. Ada pelatih boxingnya, Abi Trysan.
"Abi, maafin Rafa yang jarang main kesini ya, nanti Rafa main ke rumah Abi ya. Banyak yang mau Rafa ceritain." Ujar Rafanza lalu berjalan kearah dapur. Langsung disambut dengan wangi sayur pula sambal yang sudah siap ditata diatas meja.
"Aliya coba liat ada siapa.." ujar Aa' Tyan yang langsung buahkan seorang anak kecil yang sedang tatap kucing-kucing kecil dihadapannya.
"Abang Rafa! Bang sini deh liatin kucing-kucingnya Iya', yang kuning namanya Elow, yang coklatnya namanya Bowni, yang item namanya Bleki." Jelas sang anak berusi enam tahun itu.
"Wah... kucingnya banyak sekali, Iya' sayang banget sama mereka. Kalo abang tau, seharusnya tadi sekalian bawain makanan kucing juga yaa."
"Udah ah, Rafa, bawaan kamu udah cukup banyak ini." Protes Umi yang sedang susun piring juga Aa' Tyan yang bantu bawakan gelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Teen Fiction"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...