Crystal bersama ketiga sahabatnya telah duduk berbentuk melingkar saling mendengarkan keluh masing-masing. Crystal yang awalnya tidak ingin mengatakan apa yang terpendam dalam dirinya akhirnya mengeluarkan segalanya. Maaf, tidak segalanya. Crystal tahu bahwa tidak pula segala hal harus diceritakan dengan spesifik. Tepat dihadapan mereka sudah terisis beberapa snack pula minuman bersoda yang bahkan hanya teronggok tidak diketahui untuk apa. Tidak ada satupun dari mereka yang menyentuh makanan itu.
Mereka hanya menfokuskan diri pada setiap oknum yang mencerikan keluh kesahnya. Dimulai dari Crystal yang dengan tiba-tiba mengatakan bahwa dirinya tidak baik-baik saja. Ternyata bukan hanya indra pendengaran Zanna yang mendengar penuturan Crystal. Namun juga Aneisha pula Nadira yang ternyata juga ikut menyimak percakapan dua perempuan itu.
"Gue ternyata saudara kembar sama Rai, pertamanya gue gak mau percaya semuanya kerasa kaya cerita di buku yang kejadian ke gue. Dan akhirnya, gue coba buat percaya semua fakta yang dia kasih tunjuk bener-bener gak bisa gue hindarin,"
"bukan cuma itu." Crystal terdiam sejenak menarik nafas lalu menghembuskannya kembali. Menutup sejak kelopak matanya lalu kembali menatp kearah tiga sahabatnya yang masih menunggu kelanjutan yang akan ia ceritakan.
"Kaya yang lorang tau, gue sama Rafanza gak ada status hubungan apa-apa. Yang lucunya gue beneran punya rasa ke dia. Dan waktu itu tiba-tiba Sheila dateng ke Cafe dan bilang kalo dia punya penyakit Multiple Myeolma."
Zanna yang mendengar kata-kata Crystal mengangkat tangannya, mengintrupsi Crystal sejenak dengan kening berkerut dalam, "Sakit apa AL, kok gue gak pernah denger deh."
"Gak cuma lo, gue juga bingung itu penyakit apa awalnya. Dijelasin sama Sheila ternyata itu penyakit langka yang nyerang darah. Pokoknya Multiple Myeolma butuh banyak perobatan dan dukungan."
"Wait— jangan bilang Sheila minta lo buat jauhin Rafanza?" Kali ini Nadira yang memotong perkataan Crystal yang langsung diangguki oleh Crystal.
Melihat itu Nadira menghela nafas keras, "Al, lo kenapa gak mikirin diri lo dulu sih. Iyaa maksud gue itu mungkin dia butuh dukungan tapi gak cuma dia."
"Tapi gue udah mutusin itu Dir, karena gak ada jalan keluar. Gue cuma bisa lepasin karna gue bukan siapa-siapa—"
"—Kalo Sheila, jelas. Dia mantan Rafa, dia temen lamanya Rafa, keluarga mereka udah kenal dan punya hubungan baik, lah gue?"
Dapat terlihat seberapa insecurenya Crystal. Ia memutuskan segalanya dengan pikiran pendek karena takut menjadi sebuah benalu dalam hubungan yang telah dibangun lebih dulu.
"Al, Sheila masa lalunya Rafanza. Dia cuma ada dilembar lama buku yang pernah Rafanza tulis. Gue rasa lo terlalu cepet buat mutusin semuanya. Lo gak tau gimana cemasnya sama panik Rafanza waktu lo ngilang." Kali ini Aneisha ikut angkat bicara, karena keputusan temannya itu terlalu tergesa tanpa berpikir bukan hanya dirinya yang tersiksa.
Crystal terdiam.
"Lo seharusnya bisa banget rasain perasaan Rafanza, dari tatapannya. Dari senyumnya, perubahan sikapnya. Gue tau lo peka, gue paham lo ngerasa salah di posisi lo. tapi sekarang yang kesiksa siapa?"
Tidak ada jawaban dari Crystal, perempuan berambut legam itu terdiam. bagai banyak sekali suara dalam kepalnya. ternyata masalah yang ia anggap mungkin akan selesai dengan langsung memutus segalanya malah makin kacau, runyam pula mulai mengusik. banyak pertanyaan yang diajukan dalam kepalanya.
"Apa segala keputusannya telah benar, apa benar segla terasa baik-baik saja?"
ada yang mengganjal dalam hatinya. rasanya ada beberapa tempat yang terasa kosong bagai hilang. ada rasa pula yang tidak diselesaikan dengan baik dan sederhana. hanya ada ketergesaan yang akhirnya menjadi sebuah runtutan demi runtutan pertanyaan yang tidak pula ada jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Novela Juvenil"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...