Beberapa Chapter ini bakal banyak flashback, karena Crystal mulai putusin buat selesain semuanya. Satu-satu dengan langkah pelan.
Mengetuk sepatu pada lantai teras, Crystal sedikit terbenam dalam pikirannya sendiri. Tentang apa mungkin keputusannya sudah benar, ia yakin dengan segala hal dalam kepalanya. Namun hatinya serasa tidak tenang, tentang Rafanza yang ia abaikan sejak semalam.
Alasannya klise, karena ia tidak ingin lagi bangun komunikasi dengan Rafanza. Crystal takut jika bertemu apalagi bicara dengan Rafanza akan luruhkan kembali hatinya.
Suara deru kendaraan beroda empat itu memasuki telinga Crystal, ia mendongakan kepala menatap kembali, meyakinkan kembali. Dan ia yakin kali ini dengan keputusan yang jelas ia tahu apa yang akan terjadi nantinya.
Memasuki mobil berwarna hitam itu, Crystal agaknya sedikit kikuk. Merasa aneh dengan suasana yang terpancar.
"Udah siap?" Ujar pria yang yang berada dikursi kemudi, ada angguk yang Crystal berikan.
"Eh, gue pinjem HP lo dong, mau kabarin temen-temen." Setelah mengingat sejak semalam ia matikan ponsel miliknya.
"Boleh..." dengan berikan ponsel miliknya, lelaki yang tidak lain adalah Rai itu tersenyum. Agaknya sedikit beban telah ia angkat dengan satu kepercayaan yang diberikan Crystal.
Sejak malam dimana ia mengajak Crystal bicara dengan map kuning berisi segala macam fakta. Yang cukup menusuk tapi perlu diberitahukan karena ini demi kebaikan, karena Rai ingin kebenaran akan cepat disuarakan.
Malam itu.
"Aku mau ngomong ya, kamu mau kan dengerin sebentar."
Saat dimana Crystal tengah mengabaikan segala hal tentang Rafanza. Malam dimana ia mulai ingin kembali dimana waktu mempertemukan. Dimana ia ingin mengubah alur kisab yang akhirnya jadi bagian paling menyakitkan pula menyenangkan.
Setelah mengiyakan perkataan Rai, keduanya sedikit beri ruang untuk saling terdiam dan saat sudah merasa siap, Rai mengangkat satu amplop pada tangannya.
"Maaf banget kalo misal ini mendadak banget, tapi semakin lama gue mikir semakin kalut. Jadi cuma satu pilihan yang bisa gue pilih. Nemuin lo dan omongin semuanya."
Kepala Crystal rasanya ingin pecah saat itu. Apalagi sekarang, apalagi yang akan jadi persoalan yang harus ia selesaikan, apqlagi jalan hidup yang harus ia jalani dan terima.
Melihat sang lawan bicara yang masih terdiam, Rai pun menghela nafas, "Gue gak tau persis gimana masalah lo sekarang tapi ini jauh lebih penting—"
"—tentang keluarga lo, tentang lo dan tentang gue."
Maka ada atensi yang diberikan Crystal, keluarganya, dirinya. Apa maksudnya.
"Lo pasti tau gue akhir-akhir ini sibuk sendiri, dan itu bukan tanpa alesan karena ini nyangkut gue dan ternyata disana juga ada lo—"
"—Dengan Status hubungan yang buat gue kaget dan mulai cari tau."
"Gimana kalo lo straight to point deh, maksud lo apa bawa keluarga gue sama gue?"
Sekarang Rai buka map kuning sejak tadi yeronggok diatas pahanya. Mengeluarkan beberapa kertas juga figura kecil.
Mata Crystal yang lihat foto itu langsung menjulurkan lengannya, karena tidak mungkin ia salah lihat.
Dan benar saja, itu foto dimana ia masih bayi. Dan disebelahnya ada seorang bayi lagi, difoto berdua dengan nama, Sena dan Seno.
"Ini—" ucapan Crystal tercekat karenq kaget hanya dengan lihat satu dari banyak hal yang ingin Rai tunjukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Teen Fiction"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...