Berbeda dengan biasanya Crystal yang selalu membawa bunga kamelia, kali ini gadis itu lebih memilih membawa bunga matahari. Sesampainya Crystal pada makam Ayah-Bundanya ia langsung memanjatkan do'a. Mencoba melegakan segala pikiran dan rasa aneh yang masih saja terasa. Bahkan semakin kuat.
Rafanza yang berada tepat disamping Crystal punmemilih bungkam dan ikut melafalkan do'a. Sejak dalam perjalan menuju makam, Crystal hanya terdiam dengan tatapan kosong. Saat tadi mendapati genggaman pada buku-buku telapak tangannya pun Crystal hanya tersenyum. Namun tetap saja, ada kekosongan yang dapat Rafanza lihat lebih terpancaran dari netra gadisnya itu.
Bodoh kalau dengan sedemikian rupa Rafanza tidak mengerti. Sosok perempuan tangguh disampingnya memang terlihat tenang tetapi tidak dengan segala rasa yang berkecampuk memenuhi bilah hati juga isi kepalanya.
"Ayah, Bunda. Sena dateng nih," setelah memanjatkan do'a Crystal tanpa pikir panjang langsung bermonolog.
"Hari ini rasanya aneh, Sena gak tau kenapa rasanya bisa kaya gini." Memegang dada yang masih saja tertinggal rasa sesak Crystal terus rasakan sejak siang tadi.
Hari sudah menjelang sore dengan cahaya jingga keemasan dengan sedikit warna ungu menghiasi. Tidak juga luruh patahan-patahan kata Crystal curahkan. Memang benar mungkin, kita akan merasa lega kala bercerita dengan orang yang benar-benar mengerti.
"Rasanya sesak banget, Sena gak pernah rasain sesak ini sebelumnya. Ayah, Bunda, apa sebenernya dari rasa yang dari tadi ngusik aku. Aku bingung rasanya beda dari mimpi tentang kalian yang masih sering dateng."
Rasa sesak yang kali ini dirasakan Crystal memang lah berbeda. Jika biasanya mimpi akan kedua orangtuanya yang menjadi titik sesak terdalam tapi berbeda untuk hari ini. Rasanya hati bagai ditusuk, kepalanya sedikit sakit. Rasa ini sama sekali belum pernah terasa oleh Crystal sebelumnya.
"Oh, Sena lupa. Ayah sama Bunda harus kenalan dulu. Ini Rafanza, orang yang paling Sena sayang setelah kalian."
Satu senyum lebar tergambar jelas pada wajah Rafanza lalu dengan sopan tersenyum. "Hai Om, Tante, aku Rafanza,"
Mengucapkan perkenalan itu Rafanza menunduk, merasakan hatinya yang ikut mencelos merasakan kehilangan. Ternyata perempuan kesayangannya yang selalu tersenyum dengan bilah mata bercahaya terang itu memiliki titik gelap terdalam.
"Ayah, Bunda tau gak, kalo sekarang ada Rafanza yang jagain Sena loh. Jadi Ayah sama Bunda gak perlu khawatir, karena Rafanza akan ada disamping Sena."
Rafanza mengangkat kepalanya menatap perempuan yang lagi-lagi menitikan air mata. Tanpa pikir panjang Rafanza kembali membawa kehangatan pada sang Kasih. Didekap dengan elus kecil-kecil tengkuk, merasakan isakan yang makin menjadi.
Rafanza diam, begitu pula Crystal yang tak angkat suara. Tidak apa-apa Rafanza mengerti, mungkin saja memang isi hati tidak dapat bagi.
Aku disini Al, aku ada disini.
Kamu bisa menangis sekarang tapi bisa aku pastikan tidak ada lagi air mata. Hanya akan ada tawa dan bahagia.
Tabu, sebenarnya tabu jika membicarakan bahagia. Karena tidak ada yang dapat menjanjikan masa depan, atau mungkin kebahagian. Tapi kali ini, Rafanza ingin menorehkan lini masa depan yang dapat terus berisikan tawa, tawa bahagia. Bagi sang kasih yang ternyata tak kunjung merasa dan akan mereka wujudkan bersama.
"Sena kangen banget, Sena pengen ketemu Ayah sama Bunda. Tapi jangan di mimpi itu. Sena takut, Sena sakit."
Tertegun sudah Rafanza diposisinya, Mimpi, mimpi apa yang tengah dibicarakan oleh sang Kasih kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Teen Fiction"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...