Setelah malam dimana dinyatakan perasaan satu sama lain. Dengan terbukanya salah satu luka Rafanza dan Crystal yang telah menjadi gadisnya. Menjadi teman juga pasangan dalam segala hal yang ingin Rafanza mulai. Bersama sampai mungkin waktu yang tidak dapat ditentukan.
Seperti sekarang, Rafanza tengah menatap Crystal yang sibuk bolak-balik menerima juga mengantarkan pesanan orang-orang yang menjadi pelanggan cafe. Cafe Harmonise memang tidak terlalu berbeda dengan interior cafe lainnya. Tapi entah mengapa rasa nyaman dan hangat berada disana, berlama-lama.
Rafanza melihat Crystal tersenyum kearah tak lama Rafanza juga tersenyum. Ternyata begini rasanya dicintai. Ternyata begini rasanya ada seseorang yang selalu berada disekitar dengan tulus. Yang selalu perduli, yang selalu tersenyum.
Crystal berjalan kearah Rafanza dengan membawa tiramusi dengan gelas sebagai mediasinya. "Nih tiramisu, aku yang teraktir." Rafanza langsung menyendokan tiramusi itu lalu mengarahkan sendok kedua untuk Crystal. Yang lansung diterima gadisnya itu.
Lalu tangan Rafanza terangkat merapihkan sedikit rambut Crystal, "Sampe berantakan gini, gak istirahat dulu."
"Ini lagi istirahat, makanya duduk disini sama kamu."
"Nanti malem kerja dimini market?" Diangguki oleh Crystal lalu perempuan itu menjatuhkan kepalanya pada meja.
"Kalo capek istirahat dulu Al, jangan maksain diri kamu." Dengan mengelus lembut kepala Crystal memyalurkan semangat walau hanya itu yang bisa diberikan.
"Aku harus kerja Rafa.. kalo engga gimana aku bisa hidup."
"Iyaa aku tau, tapi buat istirahat sekali aja gak salah Al.."
Crystal hanya mengangguk, "Nanti deh, kalo aku bener-bener capek, aku bakal istirahat."
"Good, your health is important tho."
"Hai, boleh gabung?" Suara itu mengintrupsi dua pasangan yang ada disana.
*****
Sepertinya suasana antara dua pria itu sama sekali belum membaik. Terasa sangat dingin dan saling mendominasi. Saat Crystal menaruh gelas berisi vanilla late milik Rai, rasanya ingin cepat-cepat pergi. Begitu mencekam, bahkan tatapan kedua pria itu seperti akan menerkam satu sama lain.
"Gimana keadaan Reva, akhir-akhir gue jarang hubungin dia." Ujar Rai setelah menyeruput minuman yang ada dihadapannya.
"Tanyain sendiri lah sama orangnya, emang susah banget ya megang handphone sebentar doang."
Rafanza tahu bahwa akhir-akhir ini Rai jarang menghubungi Revanza. Karena sang Adik sering kali bercerita tentang lelaki itu kala sulit dihubungin. Bahkan dari cerita yang ia dapat ketika berada di sekolahpun. Rai jarang sekali menyapanya. Terlihat sibuk sendiri dan tidak ingin diganggu.
Mendengar keluh kesah sang Adik tentang lelaki itu kadang membuat Rafanza berpikir. Mereka berdua memang tidak terikat hubungan apapun namun hanya dekat lebih dari teman yang seharusnya. Saling perduli dan saling menjaga. Tapi karena itulah Revanza sulit untuk terlalu ikut campur dalam setiap hal yang bersangkutan dengan Rai.
"Gue lagi sibuk dikit doang." Sebenarnya Rai tahu bahwa Revamza sering mengintip pada jendela saat istirahat. Sering menatapnya dari kejauhan. Namun untuk urusan ini Rai sama sekali tidak ingin diintrupsi.
Rafanza berdecak, "Alesan doang lo, kadang nunggu kabar itu bisa buat orang gelisah dan gak tenang. Harusnya lo tau itu."
"Gue tau, tapi kali ini gue bener-bener harus serius, biar semuanya gak salah."
"Kalo lo sakitin adek gue seujung jari aja, liat aja, mati lo ditangan gue."
Rai tersenyum mendengar itu, bukan, bukan senyum meremehkan atau apa. Namun senyum syukur, Revanza juga Crystal memiliki Rafanza yang selalu perduli dan menjaga dua perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SIDE
Teen Fiction"Mata Lo! Gue benci mata Lo!" Pertemuan yang diawali dengan saling adu mata merebah ruah menjadi lantunan cerita paling tidak dapat ditebak. Apa benar takdir selalu punya caranya tersendiri untuk merubah karakter seseorang dengan kedatangan manusia...