10•

2.3K 250 29
                                    

Joy mencengkram bahu Gulf yang tengah asik bermain dengan lehernya, Joy tak bermaksud melakukan itu, tapi kenikmatan ini tak dapat dihindari.

Disisi lain, Mew masih berdiri dengan badai yang mengelilinginya. Angin yang membawa kehancuran berputar disekitar Mew, menenggelamkan pria itu dalam patah yang parah. Bulir air mata hampir jatuh dari pelupuk yang mulai memerah akibat usaha membendung dengan kokoh, Mew melemah, ia marah namun hanya bisa pasrah.

Mew tau ini bukan salah Gulf, Gulf tak pernah salah, Mew harus mempercayai bahwa Gulf masih menjunjung tinggi kesetiaannya pada Mew. Hanya Mew yang ada untuk Gulf, Gulf sama sekali tak bersenang-senang dengan siapapun.

Joy menjauhkan Gulf dari lehernya dan bersiap untuk menyerang balik lawannya, Mew memejamkan mata dan membiarkan air matanya jatuh. Pria malang itu bahkan tak sanggup untuk melangkah pergi, Mew tak berhasil menemukan udara sejuk padahal kebebasannya ada didepannya. Gulf adalah kebahagiaannya, tapi kini ia harus melihat Gulf bersama orang lain?

Demi Tuhan, Mew ingin lari. Tapi lantai tak mengijinkannya pergi, perasaan kalut memaksa Mew untuk tetap berdiam diri ditempat dan menikmati rasa sakit.

***
Gulf meregangkan lehernya, langkah gontainya diikuti oleh Mew yang berada tak jauh dibelakang. Wajah Mew datar menahan luka menganga, entah kenapa kaki Mew masih mengikuti langkah Gulf yang mengabaikannya.

Mew menghentikan langkahnya saat Gulf juga berhenti, perlahan Gulf berbalik dan menatap Mew dengan tatapan jengah.

"Kenapa kau mengikutiku?" tanya Gulf.

"Aku ...." Mew tertunduk.

"Astaga, ini sudah hampir pagi. Aku tidak akan bisa melayanimu, kau sudah punya nomorku kan? Telpon saja malam besok, aku akan datang padamu untuk melakukannya dan mengambil cek kosong." Gulf mengigit bibir bawahnya seolah menggoda Mew, pria tampan yang menjadi lawan bicaranya sama sekali tak tergoda, itu melukai hatinya, sikap manis itu seharusnya mengundang tawa, bukan mengabadikan luka.

"Gulf, berhenti bersikap seperti ini. Aku mohon ...." lirih Mew seraya tertunduk.

"Ck, ayolah Mew. Kau tidak akan memaksaku untuk melakukannya saat ini juga kan?" tanya Gulf seolah sedang bermain-main.

"Aku tau kau hanya ingin membalasku, aku akan lakukan apapun Gulf. Berhenti membodohi dirimu sendiri," ucap Mew pelan.

Gulf tersenyum ditengah lengangnya jalanan, kini keduanya tengah berada di jembatan penyeberangan yang dihiasi oleh lampu redup berwarna putih. Hembusan angin malam membuat suasana hati Mew semakin jelas.

"Maksudmu kau mengerti tujuanku?" tanya Gulf yang tertawa kecil.

Mew diam, tidakkah itu adalah tujuan Gulf, pergi meninggalkan Mew lalu membiarkan Mew terpuruk dan mencari didalam ketidakpastian selama bertahun-tahun, tak apa, Mew hanya terluka sendirian. Tapi jika Gulf harus mengorbankan dirinya hanya untuk menyakiti Mew, Mew tak akan membiarkan itu.

"Katakan saja tujuanmu, kau menginginkannya kan?" tanya Gulf, Gulf maju selangkah demi selangkah mendekati Mew. Mew tak mundur, ia tak akan gentar sekalipun Gulf akan mendorongnya ke jalan raya, asalkan Gulf berhenti membuat dirinya sendiri menderita dengan bersembunyi dibalik sikap brengsek.

"Katakan, mana yang kau suka?" tanya Gulf yang kini hanya berjarak satu jengkal dengan Mew.

"Ini?" tanya Gulf seraya melirik bibir Mew.

"Ini?" lirikan Gulf beralih ke dada Mew.

"Atau ... ini?" lirikan yang terus bergerak itu akhirnya berhenti di milik Mew bersamaan dengan senyuman nakal dari Gulf. Semakin gila daya tarik Gulf, semakin hancur hati Mew.

IGNITI2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang