Win tersenyum bangga pada sahabatnya yang terlihat dewasa ketika mendidik Alex, Gulf yang tadi mengikis keegoisan Alex tanpa melukai harga diri putranya itu kini tengah merapikan seragam yang melekat pada tubuh putranya. Alex diperbolehkan untuk pulang, begitu juga dengan bocah yang mimisan itu. Gulf juga meminta salah satu anak buah Mew untuk mengantarkan bocah itu kerumah sakit, mana tau ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Setiap orang tua pasti memiliki takaran khawatir yang cukup untuk anak-anaknya, Gulf mengerti bahwa wanita itu mungkin sangat takut sesuatu terjadi pada putranya. Hanya saja dia tidak berani menuntut karena pembuat masalahnya adalah Alex Suppasit. Gulf tidak ingin keluarganya dipandang sebagai orang kaya yang tidak bermoral, lagipula biaya rumah sakit itu tidak akan membuat Mew jatuh miskin. Yang lebih penting, ini setidaknya akan memberikan sedikit pelajaran pada Alex, bahwa meminta maaf dan bertanggungjawab itu perlu.
"Gulf, kau tidak cerita kalau Alex sekolah disini." Win menyerahkan sebuah sosis pada Alex, tentu saja Win hapal bahwa itu adalah favorit Alex. Alex adalah teman Ghina dulu, bocah malang yang tidak pernah memiliki teman, Ghina pernah menceritakannya pada Gulf.
Gulf hanya tersenyum untuk menanggapi pernyataan Win, matanya tak lepas dari gerakan tangan Alex yang menerima sosis pemberian Win dengan suka rela. "Alex, ucapkan terimakasih setelah menerima pemberian dari seseorang."
Alex yang hampir melahap sosis pemberian Win harus menghentikan niatnya, bocah itu menatap Gulf dengan tatapan terheran-heran. "Papa, paman Win membelikan ini untuk Alex. Alex tidak minta, kenapa Alex harus beltelimakasih?"
Gulf menghela nafas sepelan mungkin, Alex bahkan memerlukan alasan yang sangat amat jelas untuk bisa mengucapkan terimakasih. Kenapa bocah ini bisa hidup sebegitu angkuh? "Sayang, mengucapkan terimakasih itu bukan hanya ketika kita mendapatkan apa yang kita minta saja. Saat orang memberi dengan sukarela pun, kita harus tetap mengucapkan terimakasih. Terlebih lagi Alex menyukai pemberiannya."
"Kenapa?" tanya Alex dengan kepolosannya.
Win hampir tertawa mendengar percakapan antara Gulf dan juga putranya yang selalu menginginkan jawaban logis, Alex memang terkenal dengan sikapnya yang khas. Orang bilang dia menggemaskan, tapi sangat cuek dan keras kepala.
"Karena sekalipun Alex tidak meminta tetapi Alex tetap diberi, itu artinya Alex sedang dihargai. Ketika Alex dihargai oleh seseorang, Alex juga harus menghargai orang itu. Cara adalah dengan?" ucap Gulf.
"Membelinya uang," ucap Alex penuh kepolosan. Niat Gulf melontarkan pertanyaan sebenarnya disertai dengan harapan bahwa Alex akan mengerti dengan penjelasannya, nyatanya harapan Gulf terlalu tinggi. Win bahkan sudah terbahak-bahak sekarang.
"Bukan sayang, cara menghargai orang lain adalah dengan mengucapkan terimakasih. Paman Win memberi Alex sebuah sosis, apa Alex meminta itu?" tanya Gulf.
Alex menggeleng. "Tidak, papa."
"Tapi Alex senang kan menerima pemberian paman Win?" tanya Gulf lagi.
Kali ini Alex mengangguk. "Senang, papa. Sosis adalah kesukaan Alex."
"Berarti paman Win sudah membuat Alex senang kan? Itulah alasan kenapa Alex harus berterimakasih setelah menerima pemberian dari siapapun itu." ujar Gulf yang masih berharap agar Alex mengerti.
"Alex paham," ucap Alex pada Gulf. Bocah itu kemudian menoleh ke arah Win, "telimakasih paman Win."
"Alex mengerti kan sekarang?"
"Iya, papa. Itu sama sepelti ketika daddy membelikan kiss molning pada papa, kalena daddy menyayangi papa. Papa membalas kiss molning daddy kalena papa juga menyayangi daddy. Itu sama dengan saling menghalgai?" ucap Alex seraya mengunyah sosis pemberian dari Win.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...