57

1.7K 211 59
                                    

Ruang auditorium yang berukuran luas, tak hanya diisi oleh petinggi perusahaan ternama namun juga dipenuhi dengan wartawan dan beberapa pengacara serta dijaga ketat oleh bodyguard berbadan kekar.

Rencana yang awalnya hanya membuka rapat presentasi untuk promosi jabatan Art kini berubah menjadi begitu megah karena akan dibarengi dengan pengalihan pewaris, yang paling menarik perhatian adalah seorang wanita yang duduk rapi di tengah-tengah. Beberapa orang menyapa penuh hormat kepada wanita yang tak lain adalah istri dari almarhum Rico Suppasit, ibu Mew Suppasit.

Beberapa orang disana menanyakan tentang keberadaan pewaris sebenarnya dan juga istri dari Mew, dirapat sepenting ini yang menjadi tokoh utama seharusnya adalah Alex.

Kejanggalan itu membuat beberapa perusahaan memberikan komentar kontra, Mew tak seharusnya mengalihkan pewarisan secara sepihak tanpa mengundang si pewaris sah.

Tak ingin mendengar komentar buruk lebih banyak, pintu lantas ditutup dan semua kamera dinyalakan.

Mew yang tengah berdiri tegak penuh wibawa membuka acara, dengan senyumnya yang menawan ia menyapa tamu-tamu pentingnya termasuk pengacara sang ayah.

Beberapa detik setelah Mew mempersilahkan Art untuk melakukan presentasi, layar monitor dinyalakan.

Brak!!!

Pintu yang terkunci rapat tiba-tiba terbuka lebar, sepasang kaki menuruni anak tangga dengan langkah tegas dan tangan yang tiba-tiba meraih segelas air putih dimeja.

Byur.

Art membisu saat Gulf tiba-tiba menghampirinya dan menyiram wajahnya dengan air, tepat dihadapan semua orang.

Dengan tatapan dinginnya Gulf memperhatikan Art tanpa berkedip, sementara pria dengan wajah basah itu berusaha mengangkat wajahnya yang sudah memerah menahan malu.

Plak!

Entah sekeras apa tamparan yang diberikan Gulf pada Art, tapi pria itu sudah jatuh kelantai sekarang.

Seisi auditorium terperangah melihat adegan didepan mereka, jika boleh jujur Sinta juga terkejut. "Bagaimana mungkin orang-orang bodoh itu mengijinkan orang ini masuk?" batin Sinta.

Belum sempat Art berusaha bangkit, jari telunjuk Gulf terlebih dahulu menunjuk wajahnya. Dengan nafas yang berderu begitu kencang Gulf mengangkat sebuah bungkusan kecil, memperlihatkannya pada Mew tepat didepan wajah suaminya itu.

"Apa?" tanya Mew lirih. Antara bingung dan senang karena Gulf kembali tapi dalam situasi seperti ini.

"Tanyakan pada ibumu ini benda apa," ucap Gulf.

"Mew!" sentak Sinta saat melihat benda yang Gulf pegang. "Kenapa kalian diam saja?! Bawa pengacau ini keluar!" titahnya pada para bodyguard, tapi tak ada satu pun yang bergerak.

"Obat ini, kau dan ayahmu mengonsumsi obat yang sama. Ini membuatmu berpikiran bahwa apa yang kau dengan itu benar, tak ada yang salah dari ucapan semua orang." ucap Gulf pada Mew.

Mew menggeleng pelan, "aku tidak meminum itu."

"Kau memang tidak sadar, karena Art memasukkan ini kedalam kopi yang dia buat untukmu setiap saat. Sinta yang memintanya, itulah kenapa kau menganggap bahwa dirimu dan Art begitu akrab. Itulah kenapa kau tidak bisa mengendalikan dirimu akhir-akhir ini."

"Omong kosong!" sela Sinta.

"Kenapa?" tanya Gulf seolah menantang. "Kau memberikan ini pada Rico disepanjang hidupnya, sayangnya kau baru sadar bahwa efeknya bisa memperburuk fungsi saraf. Kau semakin gencar memberikan dosis lebih dan lebih besar hingga membuat Rico mati."

IGNITI2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang