40

1.5K 190 95
                                    

"Miu, apa kalian akan menginap di hotel?."

"Tidak, aku akan tinggal di apartemenku."

"Kenapa? Aku tinggal sendiri di apartemen milik ku, daripada membeli apartemen baru kenapa tidak menginap ditempatku saja?"

"Mew, ayo bicara diluar denganku sebentar!" Mild memberanikan diri untuk menarik bosnya keluar dari restoran Jepang tempat mereka berada sekarang, Mild sudah berusaha menahan diri, tapi jiwa ingin tahunya begitu meronta-ronta.

"Ada apa?" tanya Mew yang ditarik paksa oleh Mild.

"Siapa itu? Saudaramu? Kenapa dia menempel padamu?"

"Bukan, dia sekretaris di kantor cabang yang dipimpin oleh White." sahut Mew malas. Setelah Nonni melahirkan, White mengajukan surat pengunduran diri dengan alasan bahwa Nonni ingin agar mereka tinggal di kota kelahiran Nonni saja. Mew sangat menyayangkan keputusan White, karena White adalah pemimpin yang benar-benar dapat diandalkan. Itulah sebabnya Mew merekomendasikan agar White berkenan menjadi pemimpin di cabang yang baru dibangun di kota ini, itulah sebabnya ada banyak rapat di daftar antrian. Mew harus memegahkan cabang barunya.

"Sial! Kau jangan macam-macam, Mew. Apa mungkin bocah seperti itu adalah sekretaris? Jangan mengigau!"

"Mild," keluh Mew. "Wajahnya memang imut, tapi usianya sudah 25 tahun."

"Kau bermain api lagi? Nomor atas nama kantor, itu miliknya?"

"Tidak, Mild. Dia bawahanku dan bawahanmu juga, dia memang kekanakan. Jangan menganggapinya dengan serius." ucap Mew seraya berlalu meninggalkan Mild.

"Waw," ucap Mild seraya meringis. "Bulu kudukku merinding. Dewa segala dewa, mohon lindungi kami dari hal-hal buruk." ucap Mild sebelum menyusul Mew.

"Hai, Miu."

"Art, sudah memesan sesuatu?" tanya Mew.

Art menggeleng, "tidak akan pesan sebelum Miu memesan duluan."

"Hatcim!" Mew bersin tepat setelah Mild duduk, apa Mild membawa virus?

"Miu sakit?" tanya Art seraya memegang dahi Mew. Mild sampai memalingkan wajah saking takut untuk melihat adegan dihadapannya. Bagi orang lain itu mungkin manis, tapi Mild membayangkan bagaimana Gulf akan mematahkan jari bocah itu. Jari yang telah lancang menyentuh sesuatu yang telah menjadi milik Gulf.

"Aku kehujanan kemarin, seharusnya aku langsung terkena flu saat itu juga. Kenapa flunya terlambat?" keluh Mew.

"Makanya, Miu harus segera mencari pasangan. Agar ada yang merawat saat sakit," ucap mulut bersih namun kotor itu.

Mild bahkan hampir pingsan mendengar ucapan manusia dihadapannya, apa Mew tidak bilang kalau dirinya memiliki pawang yang begitu mengerikan hingga pria kurang garuk itu berani menyuruh Mew mencari pasangan?

"Aku punya Alex, kau tau?" sahut Mew.

Mild tersenyum miring seraya menggeleng. Dari ucapan Mew, ini jelas bukan pertemuan pertama diantara keduanya.

"Iya, untuk itu Miu harus mencari ibu juga untuk Alex."

"Tapi Mew sudah punya Gulf," sela Mild. "Dia sangat tidak lajang, kau tidak bisa meminta seseorang yang sudah memiliki pasangan untuk mencari pasangan lagi."

Senyum diwajah Art memudar, "Gulf?" tanya Art seraya menatap wajah Mew.

"Iya, Gulf. Istriku," sahut Mew.

"Jadi kau benar-benar tidak memberitahunya bahwa kau sudah memiliki pendamping hidup?" tanya Mild yang masih tak percaya dengan tindakan Mew.

"Hey, nong. Lain kali, jika ingin menggoda seseorang perhatikan dulu jemarinya! Jika ada cincin di jari manis pada tangan kanan, berarti dia sudah menikah." sambung Mild pada Art.

IGNITI2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang