"Apa anda yakin akan mengubah ini? Tapi semuanya sudah diatur oleh almarhum ayah anda," ucap seseorang dibalik panggilan.
"Em, aku yakin."
"Tuan Mew, saya tidak bisa serta-merta melakukannya. Rapatnya berlangsung besok kan? Saya akan berikan anda waktu untuk memikirkannya lagi sebelum membuat keputusan, mohon pengertiannya. Tapi jika anda yakin, saya bisa langsung membuat surat kuasa besok setelah rapat."
"Baiklah, lakukan saja." sahut Mew sebelum mengakhiri panggilan.
"Phi Miu," keluh Art yang lagi-lagi membuat kepala Mild hampir pecah.
"Mew, apa kau gila? Kau serius ingin mencabut hak pewarisan Alex? Bukannya ayahmu memberikan itu untuk Alex?" tanya Mild.
Mew menggeleng pelan seraya memijat keningnya, "aku serius. Jangan banyak bertanya Mild, aku pusing."
"Phi Miu, kapan akan pulang? Hari sudah semakin larut," rengek Art.
"Bocah ini ada benarnya, ini hampir lewat tengah malam." sahut Mild.
"Em, haruskah kita pulang sekarang?" balas Art.
"Art, kita pulang sekarang." sahut Mew yang berdiri sempoyongan.
"Iya, hah?! Kita?!" tanya Mild. "Kau dan bocah ini?"
Mild melongo saat melihat Mew pasrah saja saat Art memeluknya dan membantunya untuk berjalan keluar, padahal baru saja tadi siang Mew hampir menebas kepala bocah itu dengan tatapannya yang tajam.
"Apa-apaan? Pasti otak Mew bermasalah," gumam Mild sebelum akhirnya bergegas mengambil smartphone miliknya.
"Halo? Iya, ini aku. Sial! Kalian pasti tidak percaya jika aku memberitahu ini, Mew akan mengubah hak waris besok. Aku bersumpah aku tidak bohong." ucap Mild antusias.
"Iya, iya. Aw, bisakah tenang sedikit? Aku akan terus mengabari sampai besok. Aku mungkin sahabat Mew, tapi aku tidak akan membiarkan Mew menyalahgunakan kewenangannya." sambung Mild sebelum menutup panggilan.
***
Mew tersenyum saat dirinya dan Art tiba dikamar milik Mew, Art yang melihat itu lantas tersenyum juga."Lihat? Itu bekerja meskipun pada teh, hanya harus menambahkan sedikit lebih banyak saja." batin Art santai.
"Phi Miu," rengek Art yang segera menghampiri Mew disudut kasur.
"Hm?" sahut Mew yang masih merasa sedikit pusing.
"Phi memarahi Art hari ini, apa phi ingat?" protes Art yang segera duduk di samping Mew dan bersandar di bahu pria itu.
"Ya, maafkan phi na?" ucap Mew seraya mengusap kepala Art.
"Art akan maafkan, tapi phi harus membayarnya sebagai tebusan. Setuju?" tanya Art.
"Bagaimana?" tanya Mew pasrah.
"Peluk, na na na?" pinta Art.
"Em, sini." sahut Mew seraya merentangkan tangannya dan bersiap menyambut Art.
"Phi, phi menggunakan parfum apa? Kenapa wangi sekali?" tanya Art.
"Benarkah? Tidak tau, apa Art suka?" tanya Mew yang masih memeluk Art.
"Em," sahut Art yang semakin mengeratkan pelukannya pada Art.
Senyum miring terukir di bibir Mew, terlihat bahagia namun sebenarnya penuh lara.
"Apa kau tau Art, ini adalah kamarku dengan Gulf. Tidak seharusnya kita berada disini," ucap Mew seraya mengerjapkan mata karena pandangannya memudar.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNITI2
FanfictionAku pernah terpuruk dalam kegelapan, lalu kau hadir sebagai lilin dengan setitik cahaya, rela terbakar hanya untuk menerangi jalanku. Entah aku bodoh atau kau yang terlalui cerdas, aku menerimamu dan menggenggammu - lilinku, dengan sangat erat. Terl...